Kumpulan kuliah tujuh menit
Widget
Cari
:) dan :(
Dalam hidup kita sehari-hari, dua hal berbeda yang silih berganti
adalah adalah kesenangan dan kesusahan. Bahkan menurut beberapa orang,
kalau hidup itu indah karena perbedaan tersebut. Bayangkan kalau orang
senang terus atau susah terus, tentu bukan sesuatu yang baik. Ketika
kita senang, maka kita diharapkan ingat ketika dulu pernah susah. Dan
ketika kita susah ingatlah bahwa suatu saat akan ada kesenangan. Hal ini
seperti firman Allah SWT:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS Alam Nasyrah 5-6)
Hal penting yang perlu diperhatikan bagaimana sifat dasar seorang manusia dalam menghadapi kedua hal tersebut. Allah SWT berfirman:
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
Dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan sifat manusia terhadap kesenangan terlebih dahulu karena ujian terhadap kesenangan adalah lebih berat.
Dari ‘Amr bin ‘Auf r.a. berkata: Rasulullah mengutus Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah r.a. ke Bahrain untuk menagih pajak penduduk. Kemudian ia kembali dari Bahrain dengan membawa harta yang sangat banyak dan kedatangan kembali Abu ‘Ubaidah itu terdengar oleh sahabat Anshar maka mereka pun shalat Shubuh bersama Rasulullah saw. Kemudian setelah selesai shalat mereka menghadap Rasulullah saw maka beliau tersenyum melihat mereka kemudian bersabda, “Mungkin kamu telah mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah yang membawa harta banyak?” Jawab mereka, “Benar, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, “Sambutlah kabar baik dan tetaplah berpengharapan baik untuk mencapai semua cita-citamu. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu, tetapi aku khawatir kalau terhampar luas dunia ini bagimu, sebagaimana telah terhampar untuk orang-orang yang sebelum kamu, kemudian kamu berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu sebagaimana telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada saat inipun bisa kita lihat. Seorang miskin apabila dia tidak sabar maka yang dicuri adalah hape atau sepeda motor. Sedang orang yang menjadi tersangka KPK telah didakwa dengan korupsi sampai miliard rupiah. Hal ini menunjukkan orang tidak tahan dengan kesenangan dan kemewahan. Atau hal ini tersebut dalam Al Quran tentang orang yang mendapat musibah di lautan akan berdoa kepada Allah, tetapi lupa ketika sudah sampai darat.
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih” (QS. Al Israa 67)
Secara psikologis, seorang muslim apabila ditimpa musibah maka dia akan mendekat kepada Allah SWT dan bersabar, sedang orang yang berhasil biasanya memiliki ego bahwa keberhasilan itu adalah karena hasil jerih payahnya.
Kembali kepada sifat manusia jika mendapat kebahagian seperti yang tertera pada QS. Al Israa 83. Jika mendapatkan kesenangan maka dia memiliki dua kecenderungan yaitu berpaling dari Allah SWT dan sombong terhadap manusia. Jika kesuksesan terjadi pada orang yang tidak beriman maka akan memperkuat keyakinannya bahwa tidak perlu percaya kepada Allah SWT untuk meraih kesuksesan. Mereka akan mencibirkan kaum Muslim yang rajin sholat tapi kehidupannya masih miskin. Sedang bila keberhasilan pada orang munafik, maka mereka berkata “Buat apa sholat? Toh saya masih bisa mendapatkan rizki dari Allah.” Memang Allah SWT melimpahkan rizqi pada setiap manusia di dunia ini tanpa pandang bulu apakah mereka beriman atau mengingkari.
Bagi seorang muslim, keberhasilan masih membuat dia melaksanakan sholat dan ibadah lain. Tapi ada hal lain yang mungkin tidak kalah bahayanya, yaitu adanya perasaan sombong terhadap apa yang didapatkannya. Apa sombong itu? Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim)
Hal ini yang sering sulit untuk dihindari. Orang yang sukses terkadang sulit untuk menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, apalagi dari orang yang lebih muda, lebih miskin atau lebih rendah derajatnya. Penolakan kebenaran tersebut biasa dibarengi dengan merendahkan orang lain, karena dia menganggap dialah yang lebih tinggi, lebih berhasil dan lebih berkuasa.
Demikianlah, kita semoga kita selalu bisa menjaga hati dalam setiap keadaan.
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
Dan memang kita harus siap dalam setiap kondisi, seperti yang disampaikan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khaththab: “Kalaulah sabar dan syukur itu ibarat dua ekor unta, maka aku tidak peduli unta mana yang aku kendarai” (‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin hal.144).
Wallahu a’lam.
gatot h. pramono
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS Alam Nasyrah 5-6)
Hal penting yang perlu diperhatikan bagaimana sifat dasar seorang manusia dalam menghadapi kedua hal tersebut. Allah SWT berfirman:
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
Dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan sifat manusia terhadap kesenangan terlebih dahulu karena ujian terhadap kesenangan adalah lebih berat.
Dari ‘Amr bin ‘Auf r.a. berkata: Rasulullah mengutus Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah r.a. ke Bahrain untuk menagih pajak penduduk. Kemudian ia kembali dari Bahrain dengan membawa harta yang sangat banyak dan kedatangan kembali Abu ‘Ubaidah itu terdengar oleh sahabat Anshar maka mereka pun shalat Shubuh bersama Rasulullah saw. Kemudian setelah selesai shalat mereka menghadap Rasulullah saw maka beliau tersenyum melihat mereka kemudian bersabda, “Mungkin kamu telah mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah yang membawa harta banyak?” Jawab mereka, “Benar, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, “Sambutlah kabar baik dan tetaplah berpengharapan baik untuk mencapai semua cita-citamu. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu, tetapi aku khawatir kalau terhampar luas dunia ini bagimu, sebagaimana telah terhampar untuk orang-orang yang sebelum kamu, kemudian kamu berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu sebagaimana telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada saat inipun bisa kita lihat. Seorang miskin apabila dia tidak sabar maka yang dicuri adalah hape atau sepeda motor. Sedang orang yang menjadi tersangka KPK telah didakwa dengan korupsi sampai miliard rupiah. Hal ini menunjukkan orang tidak tahan dengan kesenangan dan kemewahan. Atau hal ini tersebut dalam Al Quran tentang orang yang mendapat musibah di lautan akan berdoa kepada Allah, tetapi lupa ketika sudah sampai darat.
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih” (QS. Al Israa 67)
Secara psikologis, seorang muslim apabila ditimpa musibah maka dia akan mendekat kepada Allah SWT dan bersabar, sedang orang yang berhasil biasanya memiliki ego bahwa keberhasilan itu adalah karena hasil jerih payahnya.
Kembali kepada sifat manusia jika mendapat kebahagian seperti yang tertera pada QS. Al Israa 83. Jika mendapatkan kesenangan maka dia memiliki dua kecenderungan yaitu berpaling dari Allah SWT dan sombong terhadap manusia. Jika kesuksesan terjadi pada orang yang tidak beriman maka akan memperkuat keyakinannya bahwa tidak perlu percaya kepada Allah SWT untuk meraih kesuksesan. Mereka akan mencibirkan kaum Muslim yang rajin sholat tapi kehidupannya masih miskin. Sedang bila keberhasilan pada orang munafik, maka mereka berkata “Buat apa sholat? Toh saya masih bisa mendapatkan rizki dari Allah.” Memang Allah SWT melimpahkan rizqi pada setiap manusia di dunia ini tanpa pandang bulu apakah mereka beriman atau mengingkari.
Bagi seorang muslim, keberhasilan masih membuat dia melaksanakan sholat dan ibadah lain. Tapi ada hal lain yang mungkin tidak kalah bahayanya, yaitu adanya perasaan sombong terhadap apa yang didapatkannya. Apa sombong itu? Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim)
Hal ini yang sering sulit untuk dihindari. Orang yang sukses terkadang sulit untuk menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, apalagi dari orang yang lebih muda, lebih miskin atau lebih rendah derajatnya. Penolakan kebenaran tersebut biasa dibarengi dengan merendahkan orang lain, karena dia menganggap dialah yang lebih tinggi, lebih berhasil dan lebih berkuasa.
Demikianlah, kita semoga kita selalu bisa menjaga hati dalam setiap keadaan.
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
Dan memang kita harus siap dalam setiap kondisi, seperti yang disampaikan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khaththab: “Kalaulah sabar dan syukur itu ibarat dua ekor unta, maka aku tidak peduli unta mana yang aku kendarai” (‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin hal.144).
Wallahu a’lam.
gatot h. pramono
Pemahaman terhadap Agama
Ada 3 hal penting yang sering disebut diperlukan oleh setiap
seorang Mukmin yaitu iman, ilmu dan amal. Ketiga hal tersebut saling
berkaitan dan harus dimiliki untuk kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Untuk dapat beramal dengan benar, maka seseorang harus memiliki
ilmu. Beramal tanpa ilmu akan menimbulkan banyak kerusakan. Sebagai
contoh, seseorang yang tidak mengetahui hakikat puasa, maka dia berpuasa
hanya menahan haus dan lapar saja, tidak menahan ucapan atau perbuatan
keji yang dapat merusak ibadah puasa.
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: “Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada mashlahatnya” (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis, oleh Ibnul Jauzi).
Orang yang ikhlas beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dapat merusak amalannya dan bahkan dapat memberikan madhorot kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa adalah orang yang sesat padahal mereka melaksanakan sholat, puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak.
Rasulullah SAW bersabda, “(Ada sekelompok kaum), mereka menganggap sholat yang dilakukan oleh kamu sangat kecil bila dibandingkan sholat mereka, dan puasanya dianggap lebih rendah dari puasa mereka. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melampaui kerongkongan mereka.” (Fathul Bari 6/714).
Imam Ibnu Taimiyah berkata: “Meskipun sholat, puasa dan tilawah Quran mereka banyak, namun mereka keluar dari kelompok ahlus Sunah wal Jamaah. Mereka adalah kaum ahi ibadah, wara’ dan zuhud, tetapi itu semua tidak didasari dengan ilmu.”
Maksudnya mereka beribadah dan membaca Al Quran, tetapi amalan tersebut dilaksanakan hanya sebagai rutinitas, tanpa pemahaman terhadap apa yang dilakukan. Mereka memahami ibadah itu suatu perintah yang harus dilaksanakan tanpa memahami hikmah dibaliknya.
Terkadang pelaksanaan ibadah dibuat untuk rutinitas saja. Ada pelaksanaan sholat Jumat berjamaah dengan khutbah yang berisi nasihat dari beberapa ayat Quran dan doa yang sudah tertulis pada beberapa lembar kertas. Dan cara ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Tentu saja sangat disayangkan jamaah yang sholat Jumat di masjid tersebut. Tidak ada nasehat atau taujih yang dapat dipahami dan amal yang dapat dilaksanakan.
Terdapat cerita nyata pada suatu perumahan dimana beberapa ibu rumah tangga terjerat hutang dengan rentenir yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang mencekik. Ternyata para rentenir terebut adalah ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pengajian pekanan. Kisah ini menunjukkan bahwa kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan tidak memberikan dampak positif pada aktifitas muamalah yang dilakukan.
Keutamaan seseorang bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan atau amalan, akan tetapi dilihat dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Satu orang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” HR. Tirmidzi.
Sahabat Umar bin Khathab ra juga pernah berkata, “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu sholat di waktu malam dan berpuasa di siang hari itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui halhal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.”
Bagusnya pemahaman terhadap agama mengalahkan faktor yang lainnya. Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khathab ra pernah mengangkat sahabat Ibnu Abbas ra yang pada saat itu masih berusia 15 tahun untuk menjadi anggota majelis syuro. Umar bin Khathab ra menjulukinya sebagai “pemuda tua” karena ketinggian pemahamannya pada usia yang sangat muda.
Oleh karena itu berusahalah kita mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Islam yaitu pemahaman yang jernih, murni, integral dan universal. Hal ini akan menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim pernah berkata, “Benarnya kepahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Tiada nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Karena nikmat itulah seseorang memahami Islam dan komitmen pada Islam. Dengannya seorang hamba dapat terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang yang buruk tujuannya. Juga terhindar dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang yang buruk pemahamannya, serta akan menjadi orang-orang yang baik tujuan dan pemahamannya.”
Wallahu a’lam.
gatot pramono
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: “Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada mashlahatnya” (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis, oleh Ibnul Jauzi).
Orang yang ikhlas beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dapat merusak amalannya dan bahkan dapat memberikan madhorot kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa adalah orang yang sesat padahal mereka melaksanakan sholat, puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak.
Rasulullah SAW bersabda, “(Ada sekelompok kaum), mereka menganggap sholat yang dilakukan oleh kamu sangat kecil bila dibandingkan sholat mereka, dan puasanya dianggap lebih rendah dari puasa mereka. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melampaui kerongkongan mereka.” (Fathul Bari 6/714).
Imam Ibnu Taimiyah berkata: “Meskipun sholat, puasa dan tilawah Quran mereka banyak, namun mereka keluar dari kelompok ahlus Sunah wal Jamaah. Mereka adalah kaum ahi ibadah, wara’ dan zuhud, tetapi itu semua tidak didasari dengan ilmu.”
Maksudnya mereka beribadah dan membaca Al Quran, tetapi amalan tersebut dilaksanakan hanya sebagai rutinitas, tanpa pemahaman terhadap apa yang dilakukan. Mereka memahami ibadah itu suatu perintah yang harus dilaksanakan tanpa memahami hikmah dibaliknya.
Terkadang pelaksanaan ibadah dibuat untuk rutinitas saja. Ada pelaksanaan sholat Jumat berjamaah dengan khutbah yang berisi nasihat dari beberapa ayat Quran dan doa yang sudah tertulis pada beberapa lembar kertas. Dan cara ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Tentu saja sangat disayangkan jamaah yang sholat Jumat di masjid tersebut. Tidak ada nasehat atau taujih yang dapat dipahami dan amal yang dapat dilaksanakan.
Terdapat cerita nyata pada suatu perumahan dimana beberapa ibu rumah tangga terjerat hutang dengan rentenir yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang mencekik. Ternyata para rentenir terebut adalah ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pengajian pekanan. Kisah ini menunjukkan bahwa kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan tidak memberikan dampak positif pada aktifitas muamalah yang dilakukan.
Keutamaan seseorang bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan atau amalan, akan tetapi dilihat dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Satu orang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” HR. Tirmidzi.
Sahabat Umar bin Khathab ra juga pernah berkata, “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu sholat di waktu malam dan berpuasa di siang hari itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui halhal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.”
Bagusnya pemahaman terhadap agama mengalahkan faktor yang lainnya. Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khathab ra pernah mengangkat sahabat Ibnu Abbas ra yang pada saat itu masih berusia 15 tahun untuk menjadi anggota majelis syuro. Umar bin Khathab ra menjulukinya sebagai “pemuda tua” karena ketinggian pemahamannya pada usia yang sangat muda.
Oleh karena itu berusahalah kita mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Islam yaitu pemahaman yang jernih, murni, integral dan universal. Hal ini akan menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim pernah berkata, “Benarnya kepahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Tiada nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Karena nikmat itulah seseorang memahami Islam dan komitmen pada Islam. Dengannya seorang hamba dapat terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang yang buruk tujuannya. Juga terhindar dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang yang buruk pemahamannya, serta akan menjadi orang-orang yang baik tujuan dan pemahamannya.”
Wallahu a’lam.
gatot pramono
Orang yang Pandai
Teringat ketika kita masih kecil, maka orang tua kita sering
mendoakan kita menjadi orang yang pandai atau pintar. Memang kepandaian
merupakan satu hal yang menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang. Tapi
apakah kepandaian itu? Mungkin dari kita ada yang menghitung berdasarkan
IQ. Tapi kasihan juga orang yang ditakdirkan dilahirkan dengan IQ yang
rendah, mereka tidak akan pernah menjadi orang pintar. Bahkan kepintaran
dijadikan iklan obat anti masuk angin.
Yang menarik dalam Islam, kepandaian itu dapat diraih oleh setiap orang, walaupun IQ nya tidak tinggi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Jadi ada dua parameter orang yang pandai yaitu orang yang sering bermuhasabah dan melakukan amal untuk persiapan setelah meninggal.
Muhasabah
Muhasabah dari kata hisab yang berarti perhitungan atau melakukan evaluasi. Kesibukan aktifitas kita terkadang melupakan kita untuk mengevaluasi sejauh mana progres aktifitas dan menilik hal apa yang kurang dan perlu diperbaiki. Padahal evaluasi itu perlu dilakukan, agar kita bisa bernafas dan menata ulang kehidupan kita.
Al Quran menyuruh kita untuk muhasabah [QS. Al-Hasyr 18]:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Sahabat Umar r.a. berkata:
”Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.”
Pernyataan sahabat Umar r.a. diatas bermakna bahwa semakin sering kita melakukan muhasabah maka semakin lebih sering memperbaiki diri dan semakin ringan hisab di yaumil akhir. Oleh karena itu, muhasabah bisa dilakukan tiap hari, pekanan, bulanan atau tahunan.
Muhasabah tidak hanya bermanfaat untuk akhirat tapi juga untuk kehidupan dunia. Bill Gates, seorang milyuner, selalu menyempatkan untuk beristirahat seminggu atau “think week” dalam enam bulan sekali dari kepenatan di perusahaannya, Microsoft. Dia akan beristirahat disuatu tempat yang sunyi dan membaca buku sekitar 18 jam sehari. Dari kesempatan untuk berkontemplasi tersebut, muncul ide-ide segar dalam pengembangan software.
Beramal untuk Bekal
Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Orang yang pandai bukan hanya bisa bekerja atau mengumpulkan harta, tetapi orang yang juga beramal sholeh untuk hari kemudian. Orang tersebut akan sibuk beraktifitas dan juga berinfaq atau membantu sesama agar mendapatkan pahala di hari akhir. Dalam surat Al Qashash 77, Allah SWT berfirman:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Bahkan dalam ayat ini disebutkan keutamaan terhadap bekal di dunia, dengan tidak melupakan kebahagiaan di dunia. Beginilah pola hidup yang patut ditiru sehingga terjadi keseimbangan dalam kehidupan kita agar kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa diraih.
Secara ringkas, kepandaian yang hakiki dapat dicapai oleh setiap orang. Kepandaian itu dapat digapai dengan melakukan muhasabah secara berkala dan beramal untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga kita mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk menjadi seorang muslim yang pandai.
Yang menarik dalam Islam, kepandaian itu dapat diraih oleh setiap orang, walaupun IQ nya tidak tinggi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Jadi ada dua parameter orang yang pandai yaitu orang yang sering bermuhasabah dan melakukan amal untuk persiapan setelah meninggal.
Muhasabah
Muhasabah dari kata hisab yang berarti perhitungan atau melakukan evaluasi. Kesibukan aktifitas kita terkadang melupakan kita untuk mengevaluasi sejauh mana progres aktifitas dan menilik hal apa yang kurang dan perlu diperbaiki. Padahal evaluasi itu perlu dilakukan, agar kita bisa bernafas dan menata ulang kehidupan kita.
Al Quran menyuruh kita untuk muhasabah [QS. Al-Hasyr 18]:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Sahabat Umar r.a. berkata:
”Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.”
Pernyataan sahabat Umar r.a. diatas bermakna bahwa semakin sering kita melakukan muhasabah maka semakin lebih sering memperbaiki diri dan semakin ringan hisab di yaumil akhir. Oleh karena itu, muhasabah bisa dilakukan tiap hari, pekanan, bulanan atau tahunan.
Muhasabah tidak hanya bermanfaat untuk akhirat tapi juga untuk kehidupan dunia. Bill Gates, seorang milyuner, selalu menyempatkan untuk beristirahat seminggu atau “think week” dalam enam bulan sekali dari kepenatan di perusahaannya, Microsoft. Dia akan beristirahat disuatu tempat yang sunyi dan membaca buku sekitar 18 jam sehari. Dari kesempatan untuk berkontemplasi tersebut, muncul ide-ide segar dalam pengembangan software.
Beramal untuk Bekal
Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Orang yang pandai bukan hanya bisa bekerja atau mengumpulkan harta, tetapi orang yang juga beramal sholeh untuk hari kemudian. Orang tersebut akan sibuk beraktifitas dan juga berinfaq atau membantu sesama agar mendapatkan pahala di hari akhir. Dalam surat Al Qashash 77, Allah SWT berfirman:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Bahkan dalam ayat ini disebutkan keutamaan terhadap bekal di dunia, dengan tidak melupakan kebahagiaan di dunia. Beginilah pola hidup yang patut ditiru sehingga terjadi keseimbangan dalam kehidupan kita agar kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa diraih.
Secara ringkas, kepandaian yang hakiki dapat dicapai oleh setiap orang. Kepandaian itu dapat digapai dengan melakukan muhasabah secara berkala dan beramal untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga kita mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk menjadi seorang muslim yang pandai.
Persiapan Marathon dan Ramadhan
Teman sekalian,
Coba dibayangkan, seandainya anda adalah seorang pelari nasional yang akan diutus oleh KONI untuk mengikuti lomba lari marathon dunia di Ontario, Kanada. Event tahunan ini merupakan ajang pelari menunjukkan kebolehannya dengan hadiah yang luar biasa. Untuk menghadapi lomba ini, anda akan mempersiapkan fisik dan mental jauh hari sebelum lomba.
Diantara latihan fisik yang anda lakukan adalah lari dalam jarak tertentu seperti 5, 10, 20 atau 25 km. Bahkan anda perlu mencoba lari sampai sekitar 40 km, untuk menyamai jarak yang akan dilombakan. Bisa dibayangkan kalau anda tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa ketika hari lomba tidak sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan harus diusakan sesuai dengan yang akan dilombakan.
Untuk kesiapan mental terhadap cuaca di Ontario dan penduduk sekitarnya, maka anda tentunya akan tinggal di kota tersebut beberapa minggu sebelum lomba. Anda harus menyesuaikan suhu yang lebih dingin di kota tersebut. Diharapkan pada saat lomba nantinya, tubuh kita sudah siap dan tidak bakal kedinginan atau sakit perut yang bisa menyebabkan kegagalan anda.
Perumpamaan diatas mirip dengan persiapan kita ketika menghadapi bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Ramadhan yang lamanya 29 atau 30 hari membutuhkan stamina dan kesiapan yang matang. Betapa banyak kita lihat shof sholat tarawih yang penuh pada minggu pertama akan menyusut pada minggu-minggu berikutnya. Dan tidak heran kalau nanti pada minggu terakhir, beberapa warung semakin dikunjungi orang yang tidak kuat menahan haus dan lapar. Atau ada orang yang terkena gangguan kesehatan atau flu ditengah atau akhir Ramadhan, hal ini berarti fisiknya belum siap.
Untuk menghadapi Ramadhan, Rasulullah SAW sering melakukan puasa sunnat di bulan Rajab dan Sya’ban. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadits yang diriwayatnya al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): Usamah berkata pada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.’
Ibadah lain yang kita perlu persiapkan adalah qiyamu lail atau sholat malam. Dalam bulan Ramadhan, peluang untuk melakukan sholat tahajjud akan besar karena kita akan bangun untuk melakukan sahur. Gunakan waktu sebelum sahur untuk memohon maghfiroh dan keperluan kita kepada Allah SWT.
Bacaan atau tilawah Al Quran juga harus diperbanyak karena bulan Ramadhan adalah bulan turunnya Al Quran dan dimana pahala akan dilipatgandakan. Akan merugilah kita bila waktu yang tersedia dalam bulan tersebut disia-siakan tidak untuk berdzikir atau membaca Al Quran.
Jangan lupa, kita juga perlu membuat suasana ceria dalam keluarga kita dalam menyambut bulan penuh rahmah ini. Bersih dan rapikan rumah. Buatlah hiasan dirumah agar terasa suasana Ramadhan. Buat rencana untuk beribadah bersama keluarga seperti sholat berjamaah, buka puasa dan tadarus bersama. Bahagiakan istri/suami dan anak anda agar bulan Ramadhan M Top (Memang Top).
Wallahu a’lam.
gatot pramono
Coba dibayangkan, seandainya anda adalah seorang pelari nasional yang akan diutus oleh KONI untuk mengikuti lomba lari marathon dunia di Ontario, Kanada. Event tahunan ini merupakan ajang pelari menunjukkan kebolehannya dengan hadiah yang luar biasa. Untuk menghadapi lomba ini, anda akan mempersiapkan fisik dan mental jauh hari sebelum lomba.
Diantara latihan fisik yang anda lakukan adalah lari dalam jarak tertentu seperti 5, 10, 20 atau 25 km. Bahkan anda perlu mencoba lari sampai sekitar 40 km, untuk menyamai jarak yang akan dilombakan. Bisa dibayangkan kalau anda tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa ketika hari lomba tidak sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan harus diusakan sesuai dengan yang akan dilombakan.
Untuk kesiapan mental terhadap cuaca di Ontario dan penduduk sekitarnya, maka anda tentunya akan tinggal di kota tersebut beberapa minggu sebelum lomba. Anda harus menyesuaikan suhu yang lebih dingin di kota tersebut. Diharapkan pada saat lomba nantinya, tubuh kita sudah siap dan tidak bakal kedinginan atau sakit perut yang bisa menyebabkan kegagalan anda.
Perumpamaan diatas mirip dengan persiapan kita ketika menghadapi bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Ramadhan yang lamanya 29 atau 30 hari membutuhkan stamina dan kesiapan yang matang. Betapa banyak kita lihat shof sholat tarawih yang penuh pada minggu pertama akan menyusut pada minggu-minggu berikutnya. Dan tidak heran kalau nanti pada minggu terakhir, beberapa warung semakin dikunjungi orang yang tidak kuat menahan haus dan lapar. Atau ada orang yang terkena gangguan kesehatan atau flu ditengah atau akhir Ramadhan, hal ini berarti fisiknya belum siap.
Untuk menghadapi Ramadhan, Rasulullah SAW sering melakukan puasa sunnat di bulan Rajab dan Sya’ban. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadits yang diriwayatnya al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): Usamah berkata pada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.’
Ibadah lain yang kita perlu persiapkan adalah qiyamu lail atau sholat malam. Dalam bulan Ramadhan, peluang untuk melakukan sholat tahajjud akan besar karena kita akan bangun untuk melakukan sahur. Gunakan waktu sebelum sahur untuk memohon maghfiroh dan keperluan kita kepada Allah SWT.
Bacaan atau tilawah Al Quran juga harus diperbanyak karena bulan Ramadhan adalah bulan turunnya Al Quran dan dimana pahala akan dilipatgandakan. Akan merugilah kita bila waktu yang tersedia dalam bulan tersebut disia-siakan tidak untuk berdzikir atau membaca Al Quran.
Jangan lupa, kita juga perlu membuat suasana ceria dalam keluarga kita dalam menyambut bulan penuh rahmah ini. Bersih dan rapikan rumah. Buatlah hiasan dirumah agar terasa suasana Ramadhan. Buat rencana untuk beribadah bersama keluarga seperti sholat berjamaah, buka puasa dan tadarus bersama. Bahagiakan istri/suami dan anak anda agar bulan Ramadhan M Top (Memang Top).
Wallahu a’lam.
gatot pramono
Tiga Nasehat
Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua
sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi
Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
1- BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.
2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.
3- AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Wallahua’lam bish showab.
gatot pramono
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi
Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
1- BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.
2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.
3- AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Wallahua’lam bish showab.
gatot pramono
Berdoa di Bulan Ramadhan
Aturan untuk shoum di bulan Ramadhan telah ditetapkan Allah SWT dalam surat Al Baqarah dari ayat 183 sampai ayat 187. Hampir seluruh ayat tersebut terdapat kata-kata shoum:
Hanya ayat 186 yang tidak mengandung kata shoum:
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran.”
Peletakan
ayat ini diantara ayat-ayat tentang shoum Ramadhan bukan tanpa maksud.
Kalau ditilik dari asbabun nuzul ayat ini adalah berkenaan dengan
datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?”
Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lain).
Menurut riwayat lain, ayat ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah
kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman
‘Ud’uni astajib lakum’ (berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku
mengijabahnya)” (QS 40:60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari Ali.)
Menurut
Sayyid Qutb dalam kitabnya Fii Zhilalil Quran, Allah menjawab langsung
tentang keberadaanNya yang sangat dekat dan langsung berfirman bahwa Dia
akan mengabulkan segala doa kita. Dalam ayat ini juga terdapat tiga
syarat untuk diterimanya suatu doa. Pertama, doa tersebut harus
dipanjatkan kepada-Nya secara langsung. Jadi janganlah kita berdoa
kepada mahluk Allah seperti jin, makam atau pohon. Dan kalaupun berdoa
akan lebih baik apabila doa tersebut diucapkan secara langsung
kepada-Nya. Syarat kedua dalam berdoa adalah kita harus memenuhi segala
perintah Allah SWT. Seperti ketika seorang anak sebaiknya mengikuti
nasehat/perintah orang tuanya untuk mendapatkan yang diinginkannya.
Sedang syarat ketiga adalah kita harus beriman kepada-Nya agar doa kita
diterima.
Walaupun
ayat 186 ini tidak mengandung kata shoum, tapi penempatan ayat ini
menunjukkan pentingnya kita berdoa pada bulan Ramadhan. Hal ini sesuai
dengan hadits nabi SAW:
“Orang yang berpuasa memiliki doa yang mustajab pada waktu berbuka.” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud)
Atau dalam hadits lain, nabi SAW bersabda:
“Ada
tiga orang yang tidak akan ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil,
orang yang berpuasa sehingga dia berbuka dan orang yang dianiaya. Doa
mereka diangkat oleh Allah di bawah awan pada hari kiamat dan dibukakan
untuknya pintu-pintu langit dan Allah berfirman, ‘Demi keagungan-Ku, Aku
akan menolongmu walaupun sesudah suatu waktu’” (Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Demikianlah,
urgensi dari berdoa dalam bulan Ramadhan karena hal itu meningkatkan
kemungkinan doa kita diterima. Maka perbanyaklah kita berdoa dalam bulan
Ramadhan. Semoga Allah SWT menerima doa kita.
Wallahua’lam bish showab.
Doa Pembuka
Assalamualaikum wr wb,
Teman-teman yang dirahmati Allah,
karena ada yang menanyakan doa pembuka kultum, berikut saya cantumkan salah satu versi dari doa tersebut:
“Segala puji milik Allah. Kami memohon pertolonganNya, dan mohon ampun kepada Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku.
Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rosulNya, tidak ada nabi setelah Dia.
Ya Allah, berikan sholawat, salam dan kebaikan atas nabi Muhammad, keluarganya dan sahabatnya.”
Semoga bermanfaat.
Wassalam,
gatot pramono
Teman-teman yang dirahmati Allah,
karena ada yang menanyakan doa pembuka kultum, berikut saya cantumkan salah satu versi dari doa tersebut:
“Segala puji milik Allah. Kami memohon pertolonganNya, dan mohon ampun kepada Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku.
Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rosulNya, tidak ada nabi setelah Dia.
Ya Allah, berikan sholawat, salam dan kebaikan atas nabi Muhammad, keluarganya dan sahabatnya.”
Semoga bermanfaat.
Wassalam,
gatot pramono
Beberapa Tips Diterimanya Doa
Pada
suatu hari, seorang Arab Badui bertanya kepada Nabi SAW: “Apakah Tuhan
kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau
jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga
turunlah surat Al-Baqarah ayat 186:
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran.”
Didalam
ayat disebutkan bahwa keberadaan Allah SWT adalah sangat dekat,
sehingga kita semua tidak perlu untuk berteriak keras ketika memohon
kepadanya. Bahkan Allah SWT lebih dekat daripada urat leher kita (Qaaf
16):
Dalam
ayat di surat Al-Baqarah diatas merupakan janji Allah SWT untuk
mengabulkan doa bila kita berdoa kepadaNya. Jadi doa itu harus dilakukan
secara langsung kepadanya, tidak perlu perantara mahluk Allah yang lain
dalam berdoa. Yakinlah akan janji ini dan berprasangkalah yang baik
bahwa doa kita akan dikabulkan. Allah SWT dalam suatu hadits qudsi
pernah bersabda:
“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku”
“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku”
Jadi
berprasangkalah baik bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa kita, niscaya
Dia akan bersama dengan harapan kita. Hal lain yang perlu diperhatikan
dalam berdoa adalah jangan tergesa-gesa. Rasulullah SAW pernah berkata:
“Akan diterima doa siapapun yang tidak tergesa-gesa.”
“Akan diterima doa siapapun yang tidak tergesa-gesa.”
Maksudnya
adalah jangan cepat berkata bahwa “Allah tidak menerima doaku” setelah
beberapa kali berdoa. Ada kemungkinan Allah SWT masih menunda
mengabulkan doa. Kita harus bersabar sampai doa kita diterima atau Allah
SWT memberikan solusi lain yang lebih baik bagi kita.
Wallahu a’lam bish showab,
gatot pramono
Al Mujahirin
Penulisan judul diatas adalah tepat, bukan salah ketik dari Al Muhajirin yang berarti sahabat nabi yang hijrah dari Mekkah ke Madinah. Al Mujahirin yang dimaksud terdapat dalam hadits berikut:
Abu
Hurairah ra berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda,
“Semua ummatku selamat, kecuali yang terang-terangan berbuat dosa (Al
Mujahirin). Dan termasuk dari mujaharah yaitu seorang berbuat dosa di
waktu malam gelap mendadak pagi-pagi diceritakan pada lain orang,
padahal semalam itu Allah menutupinya, tetapi pagi-pagi ia membuka apa
yang ditutupi Allah itu.” HR. Bukhari, Muslim.
Al Mujahirin
adalah orang yang secara terang-terangan membuka aibnya dengan tanpa
rasa malu, walau Allah swt telah menutupinya. Orang inilah yang tidak
akan mendapatkan ampunan Allah swt.
Pada saat ini ternyata Al Mujahirin
ini banyak ditemui disekitar kita. Melesatnya teknologi internet selain
membawa hal-hal yang positif tetapi juga memberikan dampak negatif.
Dari sebuah penelitian (medio April 2007) disebutkan bahwa sudah beredar
tidak kurang 500 video porno yang mempertontonkan remaja Indonesia yang
berhubungan seksual. Hal ini sangat mengenaskan. Mereka sudah tidak
malu lagi berbuat dosa. Apakah ini karena mereka mencontoh perbuatan
orang tua atau tokoh masyarakat lain?
Bisa dibayangkan kalau Allah sudah mencabut perasaan malu untuk berbuat dosa pada bangsa ini. Maka kita bisa saja, naudzubillahi min dzalik, kembali ke tempo jahiliyahan sehingga manusia selalu menuruti hawa nafsunya.
Sudah
selayaknyalah kalau kita selalu membentengi diri, keluarga dan
lingkungan sekitar kita terlebih dahulu dengan siraman iman dan taqwa.
Wallahu a’lam bish showab.
Lupa dan Motivasi yang Lemah
Disamping
banyak kelebihan, kita sebagai manusia memiliki juga beberapa
kelemahan. Dua kelemahan utama kita telah ditunjukkan oleh Allah swt
dalam kisah nabi Adam as. Seperti kita ketahui, Allah swt telah
memberikan nikmat yang besar kepada Adam as untuk tinggal di surga
dengan syarat tidak makan buah khuldi. Tetapi akhirnya nabi tercinta
kita ini makan buah tersebut.
Dalam QS. Thaahaa 115 disebutkan ada dua sifat Adam as (yang juga kita miliki) sehingga terjerumus oleh godaan iblis yaitu:
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa, dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.”
Sifat lupa dan motivasi yang lemah inilah kelemahan kita semua. Ada yang menyebutkan bahwa lupa berhungan dengan intelectual capacity
yaitu kemampuan kita untuk mengingat sesuatu. Dan hal ini bisa
diperburuk dengan campur tangan setan seperti hadits yang menyebutkan
godaan setan terhadap orang yang sedang sholat hingga dia lupa jumlah
rakaat yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, perbanyaklah meminta
perlindungan Allah swt dari godaan setan agar kita tidak gampang lupa.
Motivasi yang lemah bisa dikaitkan dengan emotional capacity
yang berasal dari kemauan kita sendiri. Motivasi lemah bisa dilihat
dengan sikap enggan, malas, tidak bersemangat ataupun cuek. Titik
ekstrim dari orang dengan motivasi nol adalah ketika dia melakukan bunuh
diri. Motivasi dalam hidup kita bisa diibaratkan sebagai lilin di
kegelapan. Ketika motivasi kita meredup, kita bisa malas makan, malas
bekerja, enggan belajar sampai tidak punya ide apapun.
Tugas
kita adalah menjaga agar motivasi ini terus menyala sehingga kita
menjadi lebih bersemangat dalam hidup. Jagalah semangat hidup ini dengan
banyak bersyukur, memiliki visi-misi hidup, menjauhi kebosanan dan think positively.
Wallahu a’lam bish showab.
Meraih Derajat Tertinggi
Memang kita bukan nabi, tetapi inginkah kita disejajarkan dengan Nabi Muhammad saw?
Memang kita bukan orang yang jujur, tetapi inginkah kedudukan kita sama dengan Abu Bakar ra?
Memang kita belum tentu mati syahid, tetapi inginkah kita berkedudukan sama seperti Hamzah ra?
Jawabannya: bisa, untuk mendapatkan derajat yang sama seperti mereka telah disebutkan dalam QS. An-Nisaa’ 69:
“Dan
barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Jadi
singkatnya: ikutilah perintah Allah dan Rasul-Nya maka kita akan meraih
kedudukan seperti orang yang telah Allah beri nikmat yang besar atas
mereka.
Tapi
apakah hanya itu saja caranya? Ternyata peluang yang sama juga diberikan
kepada pedagang yang jujur dan dapat dipercaya seperti pada hadits
berikut:
Sahabat Abi Sa’id Al-khudri ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda: “Pedagang
yang jujur dan dapat dipercaya, kelak pada hari kiamat akan mendapat
kedudukan bersama para nabi, para shiddiqin, dan para syuhada’.” (HR. Timidzi dan termasuk hadis hasan).
Pedagang
dalam hadits ini bisa juga dimaksudkan karyawan. Begitu besar hikmahnya
bila kita bisa menjadi orang yang jujur dan amanat. Dan dengan semangat
yang tersirat dalam hadits ini, marilah kita bekerja dengan kejujuran
dan kepercayaan.
Semoga kita dapat mencapai derajat yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Wallahu a’lam bish showab,
Legalisasi Amal
Terkadang
atau sering dalam hidup, kita berusaha memaafkan tindakan kita atau
kata lainnya melegalisasikan perbuatan kita. Maksudnya, kita mengatakan
perbuatan kita benar dengan dalih yang berusaha kita cari kebenarannya.
Sebagai contoh, ketika kita menunda melaksanakan sholat ketika adzan
berkumandang, maka kita berdalih “Saya harus menyelesaikan tugas”, “Saya
harus mengasuh anak dulu” dan lain sebagainya sehingga begitu pintarnya
kita mendapatkan alasan yang seolah alasan kitalah yang paling benar.
Atau cerita lain seperti seorang pencopet atau pelacur yang melegalkan
usahanya demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Bolehkah kita melakukan hal tersebut?
Cerita
yang mirip tertuang dalam kisah nabi Yusuf dalam surat Yusuf. Ketika
itu, saudara-saudara Yusuf melempar Yusuf ke dalam sumur dan mereka
melaporkan kepada nabi Yaqub (ayah mereka) bahwa Yusuf telah dimakan
serigala. Maka Yaqub tidak mempercayai hal tersebut dan berkata:
“Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu”
QS. Yusuf 18
QS. Yusuf 18
Perkataan
yang sama diulangi oleh nabi Yaqub dalam ayat 83 kepada saudara-saudara
Yusuf beberapa puluh tahun kemudian. Pengungkapan perkataan ini secara
berulang mengisyaratkan bahwa pentingnya Allah swt mengingatkan kita
semua untuk tidak dengan mudah mendalihkan bahwa perbuatan kita adalah
benar.
Bagaimana
agar kita tidak terjerumus pada hal tersebut? Janganlah kita
terburu-buru dalam bertindak. Seringlah kita bertanya pada diri kita
sendiri “Apakah memang yang saya lakukan ini berbuah amal kebaikan atau
berbuah kemaksiyatan?” Atau “Apakah saya mendapatkan ridho Allah dalam
melakukan hal ini atau malah membuat murka-Nya. Jadi, sering-seringlah
kita berinstropeksi.
Wallahu a’lam bish showab.
Bertemu yang Dicinta
Mungkin pernah diantara kita yang lagi punya idola seorang
penyanyi. Yang kita lakukan adalah mengoleksi kaset atau CDnya. Sering
mendendangkannya kapan saja. Sampai sebelum tidurpun kita masih
lantunkan. Maka ketika penyanyi tersebut mengadakan konser dikota kita,
kita udah pesan tiketnya jauh hari – takut kalau tidak kebagian. Semua
agenda atau janji dibatalkan demi ingin menghadiri konsernya.
Bandingkan dengan bagaimana hubungan kita dengan Allah SWT. Apakah kita benar-benar mencintai Allah SWT? Mungkin kalau kita buka koleksi kaset dan CD kita tidak ada koleksi tilawah Al Quran atau nasyid Islami. Sudah berapa seringkah kita mengulang hafalan Al Quran kita? Atau seringkah kita mendendangkan nasyid dikala senggang kita?
Sudahkah kita mempersiapkan pertemuan kita dengan Allah SWT? Atau mungkin, na udzu billahi min dzalik, tidak terpikir sama sekali. Kalau kita tidak pernah berpikir ingin ketemu Allah maka kelihatannya sulit bagi kita untuk bertemu. Allah hanya akan menemui hambaNya yang rindu ingin bertemu denganNya.
Seharusnya kita punya keinginan yang sangat untuk bertemu dengan Allah SWT sehingga kita akan mempersiapkan untuk bertemu dengannya. Seperti cerita diatas, kita juga harus mempersiapkan pertemuan dengan Sang Pencipta. Lakukan amal yang disenangi dan jauhi apa yang dilarang. Dan kita tidak tahu kapan Allah akan memanggil kita meninggalkan dunia ini. Maka bersegeralah untuk meningkatkan iman, taqwa dan amal kita. Sehingga kapanpun sakaratul maut menjemput: “I am looking forward to see you Allah”
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. ” QS Adz Dzariyat 50
gatot h. pramono
Bandingkan dengan bagaimana hubungan kita dengan Allah SWT. Apakah kita benar-benar mencintai Allah SWT? Mungkin kalau kita buka koleksi kaset dan CD kita tidak ada koleksi tilawah Al Quran atau nasyid Islami. Sudah berapa seringkah kita mengulang hafalan Al Quran kita? Atau seringkah kita mendendangkan nasyid dikala senggang kita?
Sudahkah kita mempersiapkan pertemuan kita dengan Allah SWT? Atau mungkin, na udzu billahi min dzalik, tidak terpikir sama sekali. Kalau kita tidak pernah berpikir ingin ketemu Allah maka kelihatannya sulit bagi kita untuk bertemu. Allah hanya akan menemui hambaNya yang rindu ingin bertemu denganNya.
Seharusnya kita punya keinginan yang sangat untuk bertemu dengan Allah SWT sehingga kita akan mempersiapkan untuk bertemu dengannya. Seperti cerita diatas, kita juga harus mempersiapkan pertemuan dengan Sang Pencipta. Lakukan amal yang disenangi dan jauhi apa yang dilarang. Dan kita tidak tahu kapan Allah akan memanggil kita meninggalkan dunia ini. Maka bersegeralah untuk meningkatkan iman, taqwa dan amal kita. Sehingga kapanpun sakaratul maut menjemput: “I am looking forward to see you Allah”
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. ” QS Adz Dzariyat 50
gatot h. pramono
2 Parameter pada 2 Kehidupan
Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Allah swt tidak akan melihat kemolekan wajahmu dan kekayaanmu, tetapi Allah akan melihat hati dan amal perbuatanmu.” (HR. Muslim).
Hadits ini menuturkan kepada kita adanya dua parameter pada dua fase kehidupan kita yaitu di dunia dan di akhirat. Pada kehidupan di dunia kebanyakan manusia akan memberikan penilaian terhadap manusia berdasarkan tampilan dan kekayaannya. Orang akan terpesona atau hormat kepada orang yang lebih cantik atau tampan. Atau juga orang kaya lebih dihormati daripada orang miskin. Sering jeritan rakyat kecil tidak digubris oleh pemerintah kita. Sedang kalau yang meminta adalah pengusaha, maka akan segera dikeluarkan peraturan untuk melindunginya.
Pada
fase kedua, yaitu kehidupan di akhirat, Allah swt akan menilai hati dan
amal perbuatan kita didunia. Hati dan amal merupakan satu kesatuan yang
tidak bisa terpisahkan. Tidak bisa kita mempunyai niat baik tapi
bertindak merampas hak orang lain. Atau ada orang yang berpendapat “Yang penting ingat Allah tapi tak perlu sholat.”
Sementara itu, amal kita juga tidak diterima bila kita tidak
mengharapkan ridha Allah. Seperti, melakukan sholat karena ingin dilihat
mertua dan contoh lainnya.
Bagi seorang muslim yang diutamakan adalah menjaga dua parameter
yang dilihat Allah dengan tidak melupakan dua parameter yang dilihat
manusia. Jadi, jangan sekali-kali mengenyampingkan hati dan perbuatan
kita karena itulah bekal kita di kehidupan yang kekal kelak.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar