Selasa, 26 Mei 2015

Arti Istighfar

          Ibnu Qayyim di dalam Madariju as- Salikin ( 1/ 20 ) menyebutkan bahwa “ Istighfar artinya meminta ampun kepada Allah, dengan harapan agar Allah menutupi dan memaafkan dosa-dosa yang pernah dilakukan-nya, serta tidak menghukumnya.
           Di sana ada pertanyaan: apa perbedaan antara istighfar dengan taubat?
          “ Istighfar jika disebut dalam al-Qur’an dan hadits secara sendiri maka berarti taubat juga. Akan tetapi jika istighfar dan taubat disebut bersamaan dalam satu kalimat, maka perbedaan antara keduanya bahwa istighfar adalah meminta ampun kepada Allah agar dipelihara dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya, sedang taubat adalah kembali kepada Allah agar dijauhi dari kesalahan dan dosa salahan yang akan datang. Jadi dosa itu ada dua, yang pertama adalah dosa yang telah berlalu, maka obatnya adalah istighfar, dan yang kedua adalah dosa yang akan datang, maka obatnya adalah taubat supaya tidak terjebak di dalamnya di kemudian hari. ( lihat Madariju as- Salikin ( 1/ 308)
           Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ( 4/329 ) :
ثم أمرهم بالاستغفار الذي فيه تكفير الذنوب السالفة، وبالتوبة عما يستقبلون [من الأعمال السابقة
          “ Kemudian mereka diperintahkan untuk beristighfar yang dengannya akan ditutupi seluruh dosa-dosa masa lalu, dan diperintahkan bertaubat agar terhindar dari dosa-dosa yang akan datang. “
          Berkata Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri di dalam al-‘Urfu asy-Syadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi ( 1/384 ) :
وليعلم أن بين التوبة والاستغفار فرقاً فإن التوبة هو ترك الإثم والعزم على الترك مع الندامة على ما فعل ، وليس ذلك في الاستغفار وعلى هذا يمكن الاستغفار للغير بخلاف التوبة .
           “ Untuk diketahui bahwa antara Taubat dan Istighfar ada beberapa perbedaaan. Adapun taubat adalah meninggalkan dosa dan berusaha keras untuk meninggalkannya serta merasa menyesal terhadap apa yang sudah dilakukannya. Itu semua tidak ada di dalam istighfar.  Atas dasar itu, seseorang bisa memintakan ampun untuk orang dan ini tidak berlaku untuk taubat. “
          Berkata al-Mula ‘Ali al-Qari di dalam  al-Mirqat al-Mafatih Syarah al-Misykat al-Mashabih ( 5/158 ) :
الاستغفار أي طلب المغفرة وهو قد يتضمن التوبة وقد لا يتضمن ولذا قال والتوبة أو الاستغفار باللسان والتوبة بالجنان وهي الرجوع عن المعصية إلى الطاعة أو من الغفلة إلى الذكر ومن الغيبة إلى الحضور
          “ Al-Istighfar yaitu meminta ampunan, kadang mencakup juga taubat dan kadang tidak mencakupnya.  Oleh karena itu dikatakan bahwa istighfar dilakukan secara lisan sedang taubat dilakukan dengan anggota badan. Yaitu meninggalkan maksiat untuk menuju kepada ketaatan, atau meninggalkan sifat lengah ( dari Allah ) untuk selalu ingat Allah, membuang perasaan jauh ( dari Allah ) untuk menghadirkan hati ( dalam mengingat Allah ). “

Mengapa Istighfar?

         Manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa luput dari kesalahan. Dalam bahasa Arab manusia disebut ”an-Nas” yang berarti makhluk yang pelupa. Al-Qurthubi di dalam al- Jami’ li Ahkam al- Qur’an, (1/ 135 ) menyebutkan perkataan Ibnu Abbas bahwa :
           نَسِيَ آدَمُ عَهْدَ اللهِ فَسُمّيَ إِنْسَانًا
           ”Nabi Adam ‘alaihi as-salam lupa terhadap janji Allah, maka sejak itu diberi nama manusia. “
 Salah satu cara menutupi kelupaan dan kesalahan tersebut adalah dengan istighfar, yaitu meminta ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Oleh karenanya, Allah dalam banyak ayat memerintahkan kaum muslimin untuk beristighfar dan memohon ampun kepada-Nya atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Sebagaimana yang tersebut dalam hadits qudsi :
  قَالَ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : ” يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا، فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ (
          Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah berfirman: ”Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu membuat kesalahan pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka memohon ampunlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu”  ( Hadits Shohih riwayat Muslim, no : 2577 )
Orang yang merasa tidak pernah berbuat salah adalah orang yang menyalahi fitrah dan menyalahi hukum alam yang telah diletakkan Allah dalam kehidupan ini. Hal ini telah diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu haditsnya :
  وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ، فَيَغْفِرُ لَهُمْ
          ”Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, jika kamu tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mematikan kamu dan menggantikannya dengan suatu kaum yang berbuat dosa kemudian mereka meminta ampun kepada-Nya, kemudian Allah akan mengampuni mereka”  ( Hadits Shohih riwayat Muslim, no : 2749 )
 Diantara hikmah Allah mentaqdirkan dosa bagi hamba-hamba-Nya adalah sebagai berikut :
      Pertama : Menunjukkan bahwa seorang hamba itu lemah.
Berkata Imam al-Munawi di dalam at-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir ( 2/605 ) :
لما في ايقاع العباد في الذنوب أحيانا من الفوائد التي منها تنكيس المذنب رأسه واعترافه بالعجز وتبرؤه من العجب
“ Terjadinya dosa pada seorang hamba kadang-kadang membawa beberapa manfaat, diantaranya adalah : menjadikan kepala orang yang berbuat dosa tunduk dan memaksanya untuk mengakui kelemahannya, serta melepaskan sifat ‘ujub dari dirinya . “  
          Kedua : Menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
           Berkata al-Kalabadzi di dalam Bahru al-Fawaid ( 1/202 ) :
           دل هذا الحديث على ما قلناه من محبة الله تعالى للمؤمن ؛ لأنه إذا أذنب اعتذر إليه ، وتاب ، وأقبل عليه ، وتضرع واستكان ، وعلق له ، فالله تعالى يحب هذا من العبد ، وخبايته لا تقدح في محبته له ؛ لأن الخباية من العبد ، والمحبة من الله تعالى له ، ولا تقدح أوصاف المحدث الضعيف الحقير في أوصاف القديم اللطيف الخبير
  “ Hadist di atas menunjukkan – seperti yang pernah kita sebutkan – tentang kecintaan Allah kepada orang mukmin, karena jika dia berbuat dosa segera meminta maaf dan bertaubat kepada-Nya, dia segera menghadap-Nya serta bersimpuh dan pasrah serta tergantung kepada-Nya. Maka Allah mencintai hamba-Nya yang seperti ini. Kesalahan-kesalahannya tidaklah mengurangi kecintaan Allah kepadanya, karena kesalahan-kesalahan tersebut berasal darinya sedang kecintaan itu berasal dari Allah. Sifat-sifat seorang hamba yang lemah dan hina tidak akan mempengaruhi sifat Allah Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui. “     
     Ketiga : Menunjukkan ketundukkan peribadatan dan kemuliaan rabb, menguatkan harapan hamba kepada ampunan Rabbnya.
Berkata Ibnu al-Jauzi di dalam “ Kasyfu al-Musykil  min Hadits ash-Shahihain “ ( 1/1043 ) :
           هذا دليل على أن المراد من العبد الذل فإن المذنب منكسر لذنبه منكس الرأس لجرمه وبهذا يبين ذل العبودية ويظهر عز الربوبية وفيه تقوية لرجاء المذنب في العفو
   “ Hadits ini sebagai dalil bahwa yang diminta dari seorang hamba adalah ketundukan, karena seorang hamba yang berbuat dosa akan merasa bersalah dengan dosanya, kepalanya tertunduk malu dengan kesalahannya. Dalam keadaan seperti ini akan nampak ketundukan dalam peribadatan dan terlihat pula kemuliaan Sang Pemelihara. Di dalamnya ada penguatan bagi harapan seorang yang berdosa untuk mendapatkan ampunan. “
 Maka, sebagai orang yang beriman hendaknya kita mengakui bahwa setiap dari kita pasti pernah melakukan kesalahan, kemudian selalu memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Untuk menuju ke arah itu, tentunya kita harus mengetahui seluk beluk istighfar itu sendiri, apa hakekatnya, apa saja keutamaannya, bagaimana cara beristighfar, kapan waktunya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan istighfar.

Waktu-Waktu Membaca Istighfar


  Istighfar Muthlaq : adalah bacaan istighfar yang diucapkan kapan saja, di mana saja, dan dalam keadaan apa saja. Berkata al-Hasan al-Bashri :
  أكثروا من الاستغفار في بيوتكم ، وعلى موائدكم ، وفي طرقكم ، وفي أسواقكم ، وفي مجالسكم ، أينما كنتم فإنكم ما تدرون متى تنزل المغفرة.
   “ Perbanyaklah al-Istighfar di rumah-rumah, di atas meja-meja makan, di jalan-jalan, di pasar-pasar, di pertemuan-pertemuan, di mana saja kalian, sesungguhnnya kalian tidak mengetahui kapan turunnya ampunan.” 
  Adapun Istighfar Muqayyad adalah bacaan istighfar yang dibaca pada waktu-waktu tertentu sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam al-Qur’an dan Sunnah. Diantara waktu-waktu itu adalah sebagai berikut :
  Pertama : Pada Sepertiga Malam Terakhir Dan Waktu Sahur.
          Seorang muslim dianjurkan untuk bangun pada waktu sahur, kemudian sholat malam dan beristighfar meminta ampun kepada Allah atas segala dosa-dosanya.  Ini sesuai dengan firman Allah :
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
 “ (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang jujur, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.”( Qs Ali Imran : 17)
`Di dalam ayat lain juga disebutkan ciri orang bertaqwa adalah yang senantiasa beristighfar pada waktu sahur, Allah berfirman :
   وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
 “ Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” ( Qs. adz-Dzariyat : 18 )
 Ketika anak-anak nabi Ya’qub meminta kepada beliau agar dosa-dosa mereka dimaafkan oleh Allah, maka beliau mengundurkan untuk memohon kepada Allah sampai waktu sahur. Allah berfirman :
   قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
 “  Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku (nanti pada waktu sahur ). Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".( Qs. Yusuf : 98 )
           Hal ini dikuatkan dengan hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ، يَقولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
 "Tuhan kami turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepadaKu niscaya Aku menjawabnya. Siapa yang meminta kepadaKu niscaya Aku memberinya dan siapa yang memohon ampun kepadaKu niscaya Aku mengampuninya." (HR al-Bukhari dan Muslim)
          Kedua : Setelah Terlanjur Berbuat Dosa.
  Setiap orang yang sudah terlanjur berbuat dosa hendaknya segera meminta ampun kepada Allah, sebagaimana firman-Nya :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُون
“ Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. “ (QS Ali Imran : 135)
  Allah juga berfirman di ayat lain :
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
  “ Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs. an-Nisa’ : 110)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ، ثُمَّ يُصَلِّي، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ، إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ: ( وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُون(
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : ” Tidak ada satupun seorang hamba yang berbuat suatu dosa, kemudian berdiri untuk mengambil air wudlu, kemudian melakukan sholat dan beristighfar untuk meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuni dosanya. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam membaca surat Ali Imran , ayat : 135, yang artinya: “ Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”(  Hadits Hasan Riwayat at-Tirmidzi no : 3009, Abu Daud, no ; 1521)
  Ketiga : Ketika  Ruku’ Dan Sujud Dalam Sholat
Di dalam hadist Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya beliau berkata :
مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَّا يَقُولُ فِيهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
  “Tidaklah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat setelah turunnya surat ( Idza Ja-a Nashrullah wa al-Fath), kecuali membaca Subhanaka Rabbana wa bihamdika Allahummaghfirli (Maha Suci Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku)”. ( HR al-Bukhari dan Muslim) Ini lafadh dari Imam an-Nawawi di dalam Riyadhu ash-Shalihin )   
  Di dalam  lafadh Imam al-Bukhari disebutkan : 
  كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
  “ Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak membaca dalam ruku’ dan sujudnya (Subhanakallahuma robbanaa wa bihamdika Allahummaghfirlii). (Maha Suci Engkau  ya Allah, Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku)”.( HR al-Bukhari )
          Keempat : Saat Duduk Diantara Dua Sujud
          Ini berdasarkan hadist Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma dalam kisahnya menginap dirumah bibinya yaitu Maimunah, beliau menceritakan sholatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam :
كَانَ يَقُوْلُ بَيْنَ السَجْدَتَيْنِ رَبّ اغْفِرْ لِي وارْحَمْنِي واجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِني‏
          “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  berdo’a antara dua sujud: “Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, tunjukkanlah aku.”  (HR Abu Daud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan al-Baihaqi dengan sanad jayyid)
          Kelima : Setelah Tasyahud Akhir Sebelum Salam
Disunnahkan untuk membaca istighfar dalam sholat yaitu setelah membaca tasyahud akhir dan sebelum salam, saat-saat itu adalah waktu yang mustajab. Sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu :
وَعَنْ أَبِي بَكْرٍ اَلصِّدِّيقِ رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي . قَالَ قُلْ : " اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا , وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ , فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ , وَارْحَمْنِي , إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ
“ Dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam: Ajarkanlah padaku doa yang aku baca dalam sholatku.”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ucapkanlah : “ Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah diriku sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( HR al-Bukhari dan Muslim )
          Imam al-Bukhari di dalam Shahih-nya ( 1/166 ) meletakkan hadist ini di dalam Bab Doa Sebelum Salam.
          Di dalam hadist Ali bin Abu Thalib yang sangat panjang disebutkan :
ثُمَّ يَكُونُ مِنْ آخِرِ مَا يَقُولُ بَيْنَ التَّشَهُّدِ وَالسَّلاَمِ :« اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ ، وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ».
  “ Kemudian doa terakhir yang beliau baca diantara tasyahud dan salam adalah ( Ya Allah ampunilah dosaku yang terdahulu dan yang kemudian, dosa yang tersembunyi dan yang nyata, dosa yang berlebih-lebihan dan dosa yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Engkau yang terdahulu dan Engkau yang terakhir, tiada tuhan kecuali Engkau “ ( HR al-Bukhari dan Muslim )
          Keenam : Ketika Selesai melaksanakan Shalat Wajib
          Disunnahkan untuk membaca istighfar setiap selesai melakukan sholat wajib, sebagaimana dalam hadist Tsauban radhiyallahu’anhu dia berkata :
كَانَ رَسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاثَاً
   “Rasulullah jika selesai melaksanakan shalat beristighfar tiga kali”.( HR. Muslim ( 591 ) )
          Ketujuh : Ketika Keluar Dari Kamar Mandi
          Disunnahkan ketika keluar dari kamar mandi untuk berdoa dengan mengucapkan istighfar, sebagaimana di dalam hadist Aisyah radhiyallahu’anha bahwasanya beliau berkata :
      كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ غُفْرَانَكَ
          “ Bahwa Nabi shalallahu ’alaihi wasallam jika keluar dari kamar mandi beliau membaca “ Ghufranaka “  ( Aku meminta ampunan-Mu, Ya Allah  ) ( HR. Abu Daud ( 30 ), at-Tirmidzi (7 ), Ibnu Majah ( 300 ), an-Nasai di dalam ‘amal al- yaum wa allailah (79) Ahmad (655) Ibnu Hibban (1444 ), al-Hakim (185), al-Baihaqi (470 ),  Berkata Ibnu Hajar di dalam Bulughu al-Maram ( 1/32 ) : “ Hadist ini dishahihkan oleh Abu Hatim dan al-Hakim. “ )
          Berkata Ibnu Qayyim di dalam Ighatsatu al-Lahfan min Mashoidi asy-Syaithan  ( 1/59 )  :
وقريب من هذا : أنه كان إذا خرج من الخلاء قال : غفرانك وفي هذا من السر والله أعلم : أن النجو يثقل البدن ويؤذيه باحتباسه والذنوب تثقل القلب وتؤذيه باحتباسها فيه فهما مؤذيان مضران بالبدن والقلب فحمد الله عند خروجه على خلاصه من هذا المؤذي لبدنه وخفة البدن وراحته وسأل أن يخلصه من المؤذي الآخر ويريح قلبه منه ويخففه وأسرار كلماته وأدعيته فوق ما يخطر بالبال
           “ Yang mirip seperti itu juga adalah bahwasanya Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam ketika keluar dari toilet beliau membaca : Ghufranaka ( Aku mohon ampunan-Mu ). Hal ini mengandung suatu rahasia -  wallahu a’lam - bahwa kotoran memberatkan badan dan membuatnya sakit kalau masih tertahan di dalamnya, begitu juga dosa memberatkan jiwa dan menyakitkannya selama tertahan di dalamnya.

          Dua hal itu ( kotoran dan dosa ) menyakitkan dan membahayakan badan dan jiwa, maka dia akan memuji Allah saat keluar dari toilet karena telah selamat dari sesuatu yang membuat sakit badannya  sehingga badang menjadi ringan dan enaknya. Begitu juga dia memohon kepada Allah agar melepaskannya dari sesuatu yang mengganggu jiwanya supaya jiwanya menjadi tenang dan ringan. Rahasia-rahasia  sabdanya dan doa-doanya sungguh sangat banyak dari sekedar apa yang terpikir di dalam benak kita. “
           Kedelapan : Setelah Menyelesaikan Wukuf di Arafah atau Mabit di Muzdalifah dalam Ibadah  Haji
 ثمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
          “ Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ ( Qs. al-Baqarah : 199)
          Berkata Syekh as-Sa’di di dalam tafsirnya ( 1/92 )
          أمر تعالى عند الفراغ منها باستغفاره والإكثار من ذكره، فالاستغفار للخلل الواقع من العبد، في أداء عبادته وتقصيره فيها، وذكر الله شكر الله على إنعامه عليه بالتوفيق لهذه العبادة العظيمة والمنة الجسيمة. وهكذا ينبغي للعبد، كلما فرغ من عبادة، أن يستغفر الله عن التقصير، ويشكره على التوفيق
          “ Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan ketika selesai ( wukuf di mina atau mabit di muzdalifah ) untuk beristighfar dan memperbanyak dzikir. Adapun istighfar untuk menutupi kekurangan yang dilakukan hamba di saat  menjalan ibadah kepada-Nya dan ketika tidak melakukannya secara maksimal. Adapun berdzikir adalah sebagai bentuk syukur kepada-Nya atas nikmat taufik bisa menjalankan ibadah yang sangat agung ini. Dan beginilah seharusnya  yang dilakukan seorang hamba, setiap menyelesaikan suatu ibadah hendaknya beristighfar terhadap kekurangan dan bersyukur terhadap taufik dari Allah. “
           Kesembilan : Setelah Mendapatkan Kemenangan dalam Peperangan
 Disunnahkan setelah memperoleh kemenagan di dalam perang apapun, untuk beristighfar kepada Allah atas segala dosa yang telah dilakukan selama berperang. Sebagaimana firman Allah :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
            “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”  ( Qs. an-Nashr 1-3)
Kenapa ketika mendapatkan kemenangan dan keberhasilan, kita diperintahkan untuk mensucikan nama Allah seraya bertahmid memuji kebesaran Allah serta beristighfar memohon ampun atas segala dosa kita ?  Karena dalam perjalanan menuju kemenangan dan keberhasilan tersebut, seringkali kita melakukan kesalahan-kesalahan, baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja. Begitu juga kita dalam beramal dan beribadah untuk mencari ridha Allah tidaklah pernah sempurna, pasti ada kekurangan dan kekhilafannya. Oleh karenanya, kita beristighfar dari segala kekurangan tersebut.
          Kesepuluh : Pada sepuluh terakhir  bulan Ramadhan, khususnya pada malam Lailatul Qadr, sebagaimana di dalam hadist Aisyah radhiyallahu 'anha :
          وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - قُلْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ : أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ اَلْقَدْرِ, مَا أَقُولُ فِيهَا? قَالَ: " قُولِي: اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
            “ Dari 'Aisyah Radhiyallaahu 'anha bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: "Bacalah (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku)." ( Berkata al-Hafidh Ibnu Hajar di dalam Bulughul Maram : Hadist  Riwayat Imam Lima selain Abu Daud. Hadits ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan Hakim. )
 

Kandungan Doa Sayidul Istighfar

Doa sayidul istighfar adalah salah satu doa yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam  agar selalu dibaca setiap pagi dan petang, karena kandungannya yang begitu banyak dan luas. Di bawah ini akan diterangkan tentang sebagian kandungan doa sayidul istighfar. Adapun lafadh doa sayidul istighfar adalah sebagai berikut :
          وعن شَدَّادِ بْنِ أَوسٍ - رضي الله عنه - ، عن النبيّ - صلى الله عليه وسلم - ، قال : (( سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ العَبْدُ : اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إلهَ إلاَّ أنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ ، وأبُوءُ بِذَنْبِي ، فَاغْفِرْ لِي ، فَإنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلاَّ أنْتَ . مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِناً بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِي ، فَهُوَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ ، وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ ))
 Dari Syadad bin Aus bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : ” Sayidul Istighfar adalah seorang hamba berdo’a : ” Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, Tiada Ilah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu, aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku, aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku, aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat, maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah.”Barang siapa yang mengucapkan doa ini ( yaitu doa sayidul istihgfar ) pada siang hari dengan menyakini isinya, kemudian mati pada hari itu, sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli syurga. Dan barang siapa yang membacanya pada malam hari dengan menyakini isinya, kemudian dia mati sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli syurga” ( HR Bukhari, no : 6306 )
Adapun kandungan dan pelajaran dari doa sayidul istighfar di atas adalah sebagai berikut :
Pertama : Tauhid Rububiyah
اللهُمَّ أَنْتَ رَبِّي
 ” Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, “.
Doa sayidul istighfar ini dimulai dengan pengakuan seorang hamba kepada Rabb-nya, bahwa Dia adalah Pencipta, Pemilik dan Pemeliharanya. Karena Rabb berarti : pemilik dan pemelihara. Pengakuan seperti ini disebut dengan Tauhid Rububiyah.
Petikan doa di atas mempunyai kandungan sebagai berikut :
” Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-Ku, Dzat Yang menciptakanku…dulu saya tidak ada, hanya dengan izin-Mu aku menjadi ada dan masih hidup di dunia ini… Engkau adalah Rabb-ku, Dzat Yang memeliharaku…dulu aku kecil, tidak bisa apa-apa dan tidak tahu apa-apa, hanya dengan Inayah dan Perhatian-Mu, sehingga aku menjadi besar dan tahu banyak hal…Engkaulah Yang memberikan-ku rezeki sehingga sampai sekarang aku bisa makan dan minum….”
Pengakuan terhadap tauhid rububiyah semacam ini telah disebutkan di dalam banyak ayat-Nya di dalam al-Qur’an, diantaranya adalah  di dalam surat al-Fatihah :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam “ ( Qs. al-Fatihah : 2 )
Kedua : Tauhid Uluhiyah
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ
  “ Tiada Ilah kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu ”
Maksudnya seorang hamba mengakui dan menyatakan bahwa di alam ini tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Karena ”Ilah” berarti : sesuatu yang disembah, sesuatu yang dijadikan gantungan dan sandaran, sesuatu yang dituju dan dicari ketika terjadi kesulitan. Pengakuan seperti ini disebut dengan”Tauhid Uluhiyah”.
Kandungan petikan doa di atas adalah sebagai berikut :
” Tiada yang berhak disembah dan dimintai kecuali Engkau ya Allah…Aku tidak akan meminta hajat kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada akan meminta bantuan kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada minta kesembuhan kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada memohon ampun kecuali kepada-Mu ya Allah, tiada memohon jalan keluar dari seluruh masalah kecuali kepada-Mu ya Allah……Engkau adalah Dzat Yang menciptakan seluruh alam ini, aku hanyalah seorang hamba yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa, kecuali dengan bantuan-Mu...hamba yang tidak mempunyai apa-apa kecuali dengan pemberian-Mu ya Allah.
Inilah inti dari seluruh ibadah kita. Kita sholat, kita berpuasa, kita membayar zakat dan kita melakukan ibadat haji…semuanya berisi ketundukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Maka, tiada artinya kita sholat tiap hari, tapi kita masih memohon perlindungan kepada selain Allah, kita masih memberikan sesajen di pojok-pojok jalan, di bawah-bawah pohon beringin , di tepi-tepi pantai selatan, di lereng-lereng gunung …yang tujuannya untuk kita persembahkan kepada jin penunggu tempat-tempat tersebut.Tiada artinya kita haji sepuluh atau dua puluh kali, tetapi kita masih datang ke dukun-dukun untuk meminta jodoh, meminta keturunan, meminta pelaris dan meminta jabatan.
          Allah mempertanyakan orang-orang yang mengakui Allah sebagai Pencipta, Perawat, Penyembuh, Penurun Hujan, Pemberi Rizqi, tetapi mereka menyembah kepada selain Allah, karena pengakuan terhadap Tauhid Rububiyah akan membawa kepada pengakuan kepada Tauhid Uluhiyah, sebagaimana di dalam firman-Nya :
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
           “ Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?".. Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?".. Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?".. Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?".. Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?".. Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?"  ( Qs al-Mu’minun : 84-89 )
           Allah juga berfirman :
 
 
          قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
           Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup[689] dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya. ?”  ( Qs. Yunus : 31 )
           Allah juga berfirman :
 وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ
          “ Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat- ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.” ( Qs. Luqman : 32 )
          Allah juga berfirman :
          هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (22) فَلَمَّا أَنْجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (23)
          “ Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’. ( Qs. Yunus : 22-23 )
          Ketiga : Memenuhi dan Membenarkan Janji
وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ
 ” Aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu dan membenarkan janji-janji-Mu sekuat tenagaku . ”
al ‘Ahdu ( Janji seorang hamba kepada Allah ), yaitu seorang hamba  mengakui bahwa Allah adalah Rabbnya, dia pernah berjanji kepada Allah, bahwa dia akan melaksanakan seluruh perintah dan larangan-Nya. Janji ini pernah disampaikan kepada Allah sewaktu dia berada di sulbi Adam, sebagaimana yang pernah disampaikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam friman-Nya :
          وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabb-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. ( Qs Al A’raf : 172 )
Janji itu diucapkan hamba-Nya untuk melaksanakan segala perintah Allah sesuai kemampuannya, bukan sesuai hak Allah yang harus dia penuhi, tentunya hal ini tidak akan sanggup dilakukan oleh seorang hamba. Ini sesuai dengan firman Allah :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“ Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya “ (Qs. al-Baqarah : 286 )
Allah juga berfirman :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“ Bertaqwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian “ ( Qs. at-Taghabun : 16 )
Allah juga berfirman :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا
“ Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan apa yang diberikan kepadanya . “( Qs. ath-Thalaq : 7 )
Maka kandungan dari petikan do’a diatas adalah sebagai berikut :
 ” Ya Allah, aku dulu pernah berjanji kepada-Mu sewaktu masih di sulbi Adam, untuk mentaati segala perintah-Mu dan menjauhi segala larangan-Mu. Maka akan aku penuhi janjiku tersebut menurut kemampuan dan kekuatanku ya Allah….”
Adapun ” al Wa’du “ ( Janji Allah kepada hamba-Nya ), yaitu bahwa Allah akan memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang bermaksiat. Ini sesuai dengan firman Allah :
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى
          “ Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga) “ ( Qs. an-Najm : 31 )
Allah juga berfirman :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
“ Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. “ ( Qs. al-Zalzalah : 7- 8)
Maka kandungan dari petikan doa di atas, adalah sebagai berikut :
 ” Ya Allah aku juga membenarkan janji-Mu, bahwa Engkau akan memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang bermaksiat, oleh karena itu aku akan mentaatimu ya Allah dan meninggalkan larangan-larang-Mu menurut kekuatan dan kemampuanku. ”
Keempat : Berlindung Dari Perbuatan Jelek
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شِرِّ مَا صَنَعْتُ
” Aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku ”
Kita harus selalu berlindung kepada Allah dari perbuatan jelek kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam sendiri selalu mengajarkan kepada kita agar selalu berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kita dan kejelekan amalan kita. Ini sangat terlihat secara jelas di dalam setiap khutbahnya ketika beliau berdo’a :
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِناَ وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
”Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan amalan kami ”
Jiwa manusia selalu membisikan kejelekan, jiwa semacam ini disebut dengan “ an-Nafsu al-Ammarah bi- as-suu’ “, makanya kita dianjurkan untuk selalu berlindung kepada Allah dari bisikannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala melaui lisan istri pejabat yang pernah merayu nabi Yusuf ‘alaihi as-salam :
          وَمَا أُبَرِّىءُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang Sesungguhnya jiwa ini selalu menyuruh kejelekan ” ( Qs Yusuf : 53 )
          Maka barang siapa mampu menahan jiwa yang jahat ini, akan dimasukkan ke syurga dan barang siapa yang mengikuti bisikannya akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana firman-Nya :
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39) وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41)
          “ Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).“ ( Qs. an-Nazi’at : 37-41 )
          Selain jiwa yang selalu membisikan kejahatan, di sana ada jiwa lain yang selalu menyesali perbuatan-perbuatan jeleknya, dan jika dia berbuat baik, juga menyesalinya, kenapa tidak berbuat baik yang lebih banyak.  Jiwa semacam ini disebut dengan “ an-Nafsu al-Lawamah.“, sebagaimana di dalam firman Allah :
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2)
          “ Aku bersumpah dengan hari kiamat.dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri) “ ( Qs.al-Qiyamah : 1-2 )
          Di sana ada jiwa lain yang ketiga, “an-Nafsu al-Muthmainnah” yaitu jiwa yang ketika disebut nama Allah menjadi tenang, jiwa yang mendapatkan ketenangan dalam beribadah kepada Rabb-nya. Jiwa yang selalu istiqamah berada di jalan-Nya, sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
           "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabmu", "Dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.Maka masuklah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku".  ( Qs.al-Fajr : 27-30 )
           Kelima : Mensyukuri Nikmat
أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتك عليِّ
” Aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku. ”
Nikmat yang diberikan Allah kepada kita sangat banyak sekali, karena banyaknya sehingga kita tidak bisa menghitungnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
          وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
          ”Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah )”. ( Qs Ibrahim : 34 )
Kebanyakan manusia dalam menyikapi nikmat terbagi menjadi dua, yaitu dhalim dan kufur. Dhalim yaitu melampaui batas di dalam menggunakan nikmat Allah yang diberikan kepadanya dengan membuat kerusakan di muka bumi, dan bermaksiat kepadanya. Atau mengkufuri  nikmat Allah dengan tidak mau mengakuinya bahwa itu datang dari Allah, bukan datang karena keahlian, kecerdasan dan kepintarannya.
Lihat Qarun umpamanya, dia merasa semua kekayaan yang dimilikinya karena ilmu yang dimilikinya. Allah berfirman :
          قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ (78)
           “Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. “ ( Qs. Al- Qashash : 78)
 Sangat sedikit dari manusia ini yang bisa mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana firmannya :
          اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (13)
           “ Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”  ( Qs. Saba’ : 13 )
 Seorang hamba yang merasa dan mengakui adanya nikmat tersebut, tentunya akan terus bersyukur. Kalau seorang hamba bisa mensyukuri nikmat Allah secara terus menerus, maka Allah akan menambahkan kenikmatan tersebut, sebaliknya jika dia mengingkari dan mengkufuri nikmat tersebut, maka Allah akan mencabut nikmat tersebut dan menggantikannya dengan adzab yang pedih. Allah berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (7)
          “ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."  ( Qs. Ibrahim : 7 )
Allah juga berfirman :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ (28) جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ (29)
“ Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?, yaitu neraka jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. “ ( Qs. Ibrahim :28-29 )
Allah juga berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ( Qs.al-Anfal :  53 )
Kandungan dari petikan do’a di atas adalah sebagai berikut  :
” Ya Allah , aku mengakui bahwa nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku sangat banyak sekali, nikmat kehidupan, tanpa ijin-Mu tidak mungkin aku bisa hidup di dunia ini…nikmat anggota badan yang lengkap, seandainya saja salah satu anggota badan ini engkau cabut …ya Allah , tentunya aku akan mendapatkan kesusahan, terimakasih ya Allah atas nikmat ini…apa yang harus aku balas ya Allah demi mensyukuri nikmat ini….begitu juga nikmat kesehatan yang Engkau berikan kepadaku, sehingga aku bisa mengerjakan aktivitas sehari-hari dan bisa bekerja dengan baik, jika kesehatan ini Engkau cabut ya Allah, tentunya aku akan mendapatkan kesusahan…terimakasih ya Allah atas nikmat ini.”
Keenam : Mengakui Kesalahan dan Dosa
وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي
  ” Dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat. “
Mengakui dosa merupakan syarat diterimanya sebuah istighfar dan taubat. Oleh karenanya, orang yang berdo’a harus merasa rendah dan hina di hadapan Allah, harus merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang berlumuran dosa dan maksiat, makhluk yang kecil yang tidak mempunyai daya apa-apa. Sebaliknya dia harus mengakui bahwa Allah adalah Maha Suci, Maha Perkasa, Dzat Yang Mampu melakukan apa saja.
Makanya, orang yang takabbur dan sombong jarang mau bertaubat, karena merasa dirinya adalah makhluk yang suci dan tidak pernah salah. Orang seperti ini biasanya hatinya keras dan kasar terhadap sesama. Berbeda dengan orang yang selalu mengucapkan dan merenungi doa sayidul istighfar ini, hatinya selalu lembut, mudah menerima nasehat, mudah terharu, mudah menangis, karena selalu ingat akan dosa-dosanya, dan yang paling penting selalu beristighfar dan banyak bertaubat.
Kemudian penutup dari doa sayidul istighfar adalah sebagai berikut :
فَاغْفِرْ لِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
” Maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah.”
Ini adalah lafadh istighfar yang sebenarnya, adapun lafadh-lafdah sebelumnya adalah muqaddimah atau pembuka lafadh istighfar ini.
Jadi, kalau kita perhatikan do’a sayidul istighfar ini, akan kita dapatkan bahwa muqaddimah atau pembukanya jauh lebih panjang dari pada do’a istigfhar itu sendiri, kenapa harus begitu ?
Karena salah satu adab berdo’a adalah sebelum kita berdo’a atau memohon sesuatu kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, hendaknya kita dahului dengan amal sholeh atau perbuatan baik, salah satu dari amal sholeh adalah mengucapkan kalimat tauhid, atau menyatakan bahwa tiada Rabb dan Ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Diantara amal shaleh juga adalah mengaku nikmat Allah yang diberikan kepada kita dan mengaku dosa yang kita perbuat. Bahkan dalam beberapa hadits disebutkan bahwa sebelum do’a, hendaknya didahului dengan mengucapkan sholawat kepada nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
          Keutamaan Doa Sayyidul Istighfar
Do’a Sayidul Istighfar ini mempunyai keutamaan yang sangat besar sekali, yaitu orang yang selalu membacanya dan memahaminya serta menyakini isinya akan dimasukkan ke dalam syurga. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam hadits berikutnya :
  مَن قَالها مِن النَّهارِ مُوقناً بِها فَماتَ مِن يومهِ قَبل أنْ يُمسِي فَهو مِن أَهل الجَّنةِ، ومَن قَالها مِن اللَّيْلِ وهُو مُوقِنٌ بِها فَماتَ قَبل أنْ يُصبحُ فَهو مِن أَهل الجنة .
”Barang siapa yang mengucapkan doa ini ( yaitu doa sayidul istihgfar ) pada siang hari dengan menyakini isinya, kemudian mati pada hari itu, sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli syurga. Dan barang siapa yang membacanya pada malam hari dengan menyakini isinya, kemudian dia mati sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli syurga ”. ( HR Bukhari, no : 6306 )
Hadits di atas menjelaskan secara gamblang bahwa barang siapa yang mengucapkan atau membaca doa sayidul istighfar dengan menyakini isinya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam syurga. Hal itu disebabkan tiga  hal :
Pertama : Karena dia sudah menyatakan ke-Esaan Allah ( bertauhid ) dari hatinya yang paling dalam serta menyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Kedua : Karena dia sudah beristighfar dan memohon ampun atas segala dosa-dosanya.Sehingga dia datang kepada Allah dengan hati yang bersih dan sehat, sebagaimana firman Allah :
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“ Pada hari di mana harta dan anak tidak ada manfaatnya, kecuali siapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih ( sehat ) “ ( Qs. asy-Syu’ara’ : 88-89 )
Ketiga : Setelah hatinya kosong dari dosa dan diisi dengan tauhid, tiba-tiba dia mati pada hari itu juga, maksudnya dia belum sempat mengerjakan dosa-dosa lagi, maka tentunya orang seperti ini termasuk ahli syurga. Sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam:
          مَنْ لَقِيَ اللهَ تَعَالَى لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيئاً دَخَلَ الجَنَّةَ
  ” Barang siapa yang bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, niscaya ia akan masuk syurga ” ( HR Ahmad )
Ini dikuatkan juga dengan hadits Mu’adz  bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لا إله إلا الله دَخَلَ الجَنَّةَ
” Barang siapa yang akhir dari perkataannya : La ilaha illahu , niscaya ia akan masuk syurga . ”( Berkata an-Nawawi di dalam Riyadh ash-Shalihin ( 1/ 465 ) : Hadist ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Hakim, dan beliau berkata : Shahih Isnadnya )
 

Minggu, 24 Mei 2015

Cara Mudah Menghafal Al-Qur'an Bagi Orang Sibuk

Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, semoga setelah menyimak beberapa keutamaan menghafal Al Qur'an tadi antum sekalian sudah memberanikan diri untuk Bersumpah bagi diri kita masing-masing bahwa DEMI ALLAH selama kita masih diberi kesempatan dan kesehatan oleh Allah 'Azza wa Jalla, maka selama itu pula kita akan terus berupaya untuk menghafalkan kitab termulia tersebut yakni Al Qur'an meski sedikit demi sedikit.
Baiklah Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullah, menghafal Al Qur'an bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan keinginan yang kuat, keistiqamahan, kesabaran, dan disertai dengan UPAYA NYATA yakni mau memulai dan terus berusaha tanpa kenal lelah apalagi kata "MENYERAH", namun menghafal Al Qur'an juga bukanlah amalan yang mustahil untuk dikerjakan OLEH SIAPA PUN, sampai kepada kita yang memiliki seabrek kesibukan lainnya, namun perlu kami ingatkan sekali lagi, bahwa harus SABAR dan ISTIQAMAH...!
Bagaimana metode menghafal bagi orang-orang yang memiliki kesibukan...?
Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, antum jangan berfikiran bahwa dengan metode ini antum akan menghafal Al Qur'an dalam waktu setahun atau dua tahun, tidak Ikhwan dan Akhwat sekalian, bahkan metode ini membutuhkan waktu 15 hingga 30 tahun, TERLALU LAMA...? terserah penilaian antum bagai mana, namun setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI, mungkin antum khawatir akan diwafatkan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan hafalan...? Maka kami sampaikan bahwa SETIDAKNYA KITA BISA BERBAHAGIA KARENA MENINGGAL DALAM KONDISI MEMBAWA NIAT YANG MULIA YANG DIBENARKAN OLEH AMALAN YANG TENGAH KITA LAKUKAN, dan juga antum jangan berfikiran bahwa ini adalah pekerjaan yang mudah untuk dikerjakan tanpa kesabaran, keistiqamahan, dan tindakan nyata, sebab tanpa semua itu berarti antum hanyalah BERANGAN-ANGAN...!
Syarat yang WAJIB untuk antum penuhi sebelum melaksanakan metode ini adalah:
  1. Niat karena mengharap Keridhaan Allah.
  2. Mampu membaca Al Qur'an dengan tartil (tajwid yang benar), atau setidaknya antum terus berusaha untuk memperbaiki kualitas bacaan Al Qur'an antum.
Berikut adalah metode yang Alhamdulillah telah kami buktikan sendiri dalam kurun waktu yang belum genap setahun ini:
  1. Mulailah menghafal dari Juz 30 atau juz 29 atau juz 28, setelah itu silahkan mulai dari Juz 1 dan seterusnya.
  2. Gunakan Mushaf Al Qur'an Huffadzh, yakni Al Qur'an cetakan standard international, di mana setiap juz-nya rata-rata terdiri dari +/- 10 lembar (20 halaman; di mana setiap halaman maksimal terdiri dari 15 baris), usahakan istiqamah dengan satu mushaf, tapi bukanlah alasan untuk tidak menghafal ketika suatu ketika antum lupa membawa mushaf antum, tetaplah menghafal meski dengan mushaf yang berbeda, ini hanya untuk lebih memudahkan antum dengan sebuah kebiasaan.
  3. Persiapkan diri dengan mengatur 5 waktu khusus untuk menghafal dalam sehari, dan kami sangat menyarankan bahwa waktu tersebut adalah setiap antum selesai menunaikan shalat fardhu.
  4. Setiap waktu tersebut, hafalkanlah 1 baris, jika hal tersebut masih terlalu berat bagi antum maka cukup hafal setengah baris saja setiap selesai shalat fadhu, dan jika setengah baris ini masih memberatkan bagi antum, maka 'afwan karena kami hanya mampu menyarankan kepada antum PERBANYAKLAH ISTIGHFAR...!!! (Ikhwan dan Akhwan sekalian, dengan menghafal 1 baris setiap selesai shalat fardhu, berarti insyaa Allah dengan kesabaran dengan keistiqamahan, antum akan Menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 15 tahun, dan jika antum hanya sangguf menghafal setengah baris setiap waktu yang telah ditentukan tersebut, maka insyaa Allah dengan kesabaran dan keistiqamahan, maka antum akan menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 30 tahun, sekedar mengingatkan bahwa setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI).
  5. Jika memungkinkan, cobalah antum mencari sahabat atau teman yang bisa ikut menghafal bersama antum, sebab hal tersebut akan lebih menguatkan bagi antum, boleh dari saudara, teman, istri, atau suami, namun jika tak ada satu pun maka sendiri juga insyaa Allah tidak mengapa, ANTUM PASTI BISA...!!!
  6. Jika antum memiliki media yang memungkinkan untuk membantu antum seperti HP, MP3/MP4 Player, atau apa saja yang dilengkapi dengan fasilitas recorder & playback maka gunakanlah media tersebut, rekam suara (bacaan) antum pada media tersebut agar antum bisa mendengarnya di setiap kesempatan sebelum tiba waktu selanjutnya, kegiatan ini sebagai media muraja'ah dengan pendengaran sekaligus melatih telinga kita untuk terbiasa tidak mendengar hal-hal yang sia-sia seperti lagu dan musik.
  7. Banyak-banyak berdo'a kepada Allah 'Azza wa Jalla agar dimudahkan, diistiqamahkan untuk menghafal Al Qur'an, juga agar diberi usia, kesehatan, dan kesempatan untuk menyelesaikan cita-cita mulia ini.
  8. Gunakan kesempatan Qiyam Al Layl sebagai waktu tambahan untuk memuraja'ah hafalan-hafalan antum.

15 Langkah Efektif Untuk Menghafal Al Qur'an

Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah Firman Allah, pedoman hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering dulang-ulang oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakan hafalan Al Qur’an sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi : “ Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits dan fikih atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran. “()
( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut :
Langkah Pertama : Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al Qur’am hendaknya mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu anda dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.
Langkah Kedua : Hendaknya setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah agar dimudahkan di dalam menghafal Al Qur’an. Waktu sholat hajat ini tidak ditentukan dan doa’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayat Hudzaifah ra, yang berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى
“ Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat. “()
Adapun riwayat yang menyebutkan doa tertentu dalam sholat hajat adalah riwayat lemah, bahkan riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran. ()
Begitu juga hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rosulullah saw mengajarkan Ali bin Abu Thalib sholat khusus untuk meghafal Al Qur’an yang terdiri dari empat rekaat , rekaat pertama membaca Al Fatihah dan surat Yasin, rekaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Ad Dukhan, rekaat ketiga membaca surat Al Fatihah dan Sajdah, dan rekaat keempat membaca surat Al Fatihah dan Al Mulk, itu adalah hadist maudhu’ dan tidak boleh diamalkan. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadits dhoif . ()
Langkah Ketiga : Memperbanyak do’a untuk menghafal Al Qur’an. ()
Do’a ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini :
اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تلاوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم الراحمين .
“ Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al Qur’an, dan berilah saya kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-Mu , wahai Yang Maha Pengasih “.
Langkah Keempat : Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al Qur’an. Sebenarnya banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Qur’an, Masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya. Akan tetapi di sini hanya akan disebutkan dua metode yang sering dipakai oleh sebagian kalangan, dan terbukti sangat efektif :
Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halaman- halaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman : satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat, lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan begitu seterusnya.
Perlu diperhatikan juga, setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu halaman dengan halaman berikutnya.
Metode Kedua : Menghafal per- ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima kali secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah selesai, kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum pindah ke ayat berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat sebelumnya. Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana yang telah diterangkan pada metode pertama . ()
Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Qur’an menjadi tujuh hizb ( bagian ) :
  1. Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa’
  2. Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
  3. Surat Yunus sampai Surat An Nahl
  4. Surat Al Isra’ sampai Al Furqan
  5. Surat As Syuara’ sampai Surat Yasin
  6. Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
  7. Surat Qaf sampai Surat An Nas
Boleh juga dimulai dari bagian terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk pada bagian ke-enam dan seterusnya.
Langkah Kelima : Memperbaiki Bacaan.
Sebelum mulai menghafal, hendaknya kita memperbaiki bacaan Al Qur’an agar sesuai dengan tajwid. Perbaikan bacaan meliputi beberapa hal, diantaranya :
a/ Memperbaiki Makhroj Huruf. Seperti huruf ( dzal) jangan dibaca ( zal ), atau huruf ( tsa) jangan dibaca ( sa’ ) sebagaimana contoh di bawah ini :
ثم —— > سم / الذين —- > الزين
b/ Memperbaiki Harakat Huruf . Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di bawah ini :
1/ وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمات ( البقرة : 124 ) —- > )إبراهيمُ ﴾
2/ وَكُنْت ُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ( المائدة : 116 )
وَكُنْت ُ < ——— > كُنْتَ
3/ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يتَّبَعَ أَمْ مَنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ يُهْدَى ( ونس : 35 ) —- > أم من لا يَهْدِي
4/ رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ( فصلت :29 ) —– > الَّذِين
5/ فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ ﴾ الحشر: 17) —– > خالدِين فيها
Langkah Keenam : Untuk menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada, kita setorkan kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan kita salah. Kadang, ketika menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam bacaan kita, karena kita tidak pernah menyetorkan hafalan kita kepada orang lain, sehingga kesalahan itu terus terbawa dalam hafalan kita, dan kita menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa mengetahui bahwa itu salah, sampai orang lain yang mendengarkannya akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.
Langkah Ketujuh : Faktor lain agar bacaan kita baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk mendengar kaset-kaset bacaan Al Qur’an murattal dari syekh yang mapan dalam bacaannya. Kalu bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar dengan serius dan secara teratur. Untuk diketahui, akhir-akhir ini - alhamdulillah - banyak telivisi-telelivisi parabola yang menyiarkan secara langsung pelajaran Al Qur’an murattal dari seorang syekh yang mapan, diantaranya adalah acara di televisi Iqra’ . Tiap pekan terdapat siaran langsung pelajaran Al Qur’an yang dipandu oleh Syekh Aiman Ruysdi seorang qari’ yang mapan dan masyhur, kitapun bisa menyetor bacaan kita kepada syekh ini lewat telpun. Rekaman dari acara tersebut disiarkan ulang setiap pagi. Selain itu, terdapat juga di channel ” Al Majd “, dan channel- channel televisi lainnya. Acara-acara tersebut banyak membantu kita di dalam memperbaiki bacaan Al Qur’an.
Langkah Kedelapan : Untuk menguatkan hafalan, hendaknya kita mengulangi halaman yang sudah kita hafal sesering mungkin, jangan sampai kita sudah merasa hafal satu halaman, kemudian kita tinggal hafalan tersebut dalam tempo yang lama, hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan tersebut. Diriwayatkan bahwa Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yang hafalannya sangat terkenal dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan diulanginya berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah itu ada nenek tua. Karena seringnya dia mengulang-ulang hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya : Wahai anak, apa sih yang sedang engkau kerjakan ? “ Saya sedang menghafal sebuah buku “ , jawabnya. Berkata nenek tersebut : “ Nggak usah seperti itu, saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu.” . “ Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu “ kata Ibnu Abi Hatim, lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut menngulangi hafalan yang sudah dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun hafalannya yang lupa. () Cerita ini menunjukkan bahwa mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana nenek tadi. Bahkan kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al Qur’an dalam hitungan minggu atau hitungan bulan, dan hal itu tidak terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan mengulanginya secara kontinu.
Langkah Kesembilan : Faktor lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca indra yang kita miliki. Maksudnya kita menghafal bukan hanya dengan mata saja, akan tetapi dibarengi dengan membacanya dengan mulut kita, dan kalau perlu kita lanjutkan dengan menulisnya ke dalam buku atau papan tulis. Ini sangat membantu hafalan seseorang. Ada beberapa teman dari Marokko yang menceritakan bahwa cara menghafal Al Qur’an yang diterapkan di sebagian daerah di Marokko adalah dengan menuliskan hafalannya di atas papan kecil yang dipegang oleh masing-masing murid, setelah mereka bisa menghafalnya di luar kepala, baru tulisan tersebut dicuci dengan air.
Langkah Kesepuluh : Menghafal kepada seorang guru.
Menghafal Al Qur’an kepada seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al Qur’an adalah sangat diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar. Rosulullah saw sendiri menghafal Al Qur’an dengan Jibril as, dan mengulanginya pada bulan Ramadlan sampai dua kali katam.
Langkah Kesebelas : Menggunakan satu jenis mushaf Al Qur’an dan jangan sekali-kali pindah dari satu jenis mushaf kepada yang lainnya. () Karena mata kita akan ikut menghafal apa yang kita lihat. Jika kita melihat satu ayat lebih dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan kita. Masalah ini, sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya :
العين تحفظ قبل الأذن ما تبصر فاختر لنفسك مصحف عمرك الباقي .
“ Mata akan menghafal apa yang dilihatnya- sebelum telinga- , maka pilihlah satu mushaf untuk anda selama hidupmu. “()
Yang dimaksud jenis mushaf di sini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model penulisan mushaf, diantaranya adalah : Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al Qur’an pojok, satu juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20 halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan ayat baru. Mushaf Madinah ( Mushaf Pojok ) ini paling banyak dipakai oleh para pengahafal Al Qur’an, banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Saudi kepada para jama’ah haji. Cetakan-cetakan Al Qur’an sekarang merujuk kepada model mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk dipakai menghafal Al Qur’an.
Disana ada model lain, seperti mushaf Al Qur’an yang dipakai oleh sebagain orang Mesir, ada juga mushaf yang dipakai oleh sebagain orang Pakistan dan India, bahkan ada model mushaf yang dipakai oleh sebagian pondok pesantren tahfidh Al Qur’an di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus , Demak.
Langkah Keduabelas : Pilihlah waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada pribadi masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, disebutkan bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا و أبشروا ، واستعينوا بالغدوة والروحة وشئ من الدلجة
“ Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam agama ini kecuali dia akan capai sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan, dan berilah kabar gembira, serta gunakan waktu pagi, siang dan malam ( untuk mengerjakannya ) “ ( HR Bukhari )
Dalam hadist di atas disebutkan waktu pagi ,siang dan malam, artinya kita bisa menggunakan waktu-waktu tersebut untuk menghafal Al Qur’an. Sebagai contoh : di pagi hari, sehabis sholat subuh sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan untuk menghafal Al Qur’an atau untuk mengulangi hafalan tersebut, waktu siang siang, habis sholat dluhur, waktu sore habis sholat Ashar, waktu malam habis sholat Isya’ atau ketika melakukan sholat tahajud dan seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan adalah waktu ketika sedang mengerjakan sholat –sholat sunnah, baik di masjid maupun di rumah. Hal ini dikarenakan waktu sholat, seseorang sedang konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi inilah yang membantu kita dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar sholat, seseorang cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu bergerak, kadang matanya menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau bahkan kawannya akan menghampirinya dan mengajaknya ngobrol . Berbeda kalau seseorang sedang sholat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus menunggu selesainya sholat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ) . Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ), hafalannya akan tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Ayat yang ada di juz lima umpamanya akan terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Surat Al-Maidah akan terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini ada beberapa contoh ayat-ayat serupa ( mutasyabihah ) yang seseorang sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya :
- ﴿ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ﴾ البقرة 173 < ———— > ﴿ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ) المائدة 3 ، والأنعام 145، و النحل 115
- ( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير الحق ) البقرة : 61
( إن الذين يكفرون بآيات اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير حق ) آل عمران : 21
( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنبياء بغير حق ) آل عمرن : 112
Untuk melihat ayat –ayat mutasyabihat seperti ini secara lebih lengkap bisa dirujuk buku – buku berikut :
  • Duurat At Tanzil wa Ghurrat At Ta’wil fi Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat min Kitabillahi Al Aziz , karya Al Khatib Al Kafi.
  • Asrar At Tikrar fi Al Qur’an, karya : Mahmud bin Hamzah Al Kirmany.
  • Mutasyabihat Al Qur’an, Abul Husain bin Al Munady
  • ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, karya Abu Dzar Al Qalamuni
Langkah Kelimabelas : Setelah hafal Al Qur’an, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak dari teman-teman yang sudah menamatkan Al Qur’an di salah satu pondok pesantren, setelah keluar dan sibuk dengan studinya yang lebih tinggi, atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu pekerjaan, dia tidak lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga Al-Qur’an yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya hanya tinggal kenangan saja. Setelah ditinggal lama dan sibuk dengan urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi. Fenomena seperti sangat banyak terjadi dan hal itu sangat disayangkan sekali. Boleh jadi, ia mendapatkan ijazah sebagai seorang yang bergelar ” hafidh ” atau ” hafidhah “, akan tetapi jika ditanya tentang hafalan Al- Qur’an, maka jawabannya adalah nihil.
Yang paling penting dalam hal ini bukanlah menghafal, karena banyak orang bisa menghafal Al Qur’an dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang benar-benar istiqamah dengan orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga hafalan Al Qur’an diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang tinggi. Dia harus meluangkan waktunya setiap hari untuk mengulangi hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an, masing-masing tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantara cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an adalah sebagai berikut :
  • Mengulangi hafalan menurut waktu sholat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat umpamanya :i sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah. Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzkir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.
  • Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia mengerjakan sholat tahajud. Biasanya dia menghabiskan sholat tahajudnya selama dua jam. Cuma kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti, selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan ruku.
  • Ada juga sebagian teman yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah para penghafal Al Qur’an. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setiap peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta mampu menghatamkan Al Qur’an setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika masig-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.
( Bersambung pada masalah lain dalam seri ” Sukses Belajar ” volume : 3 )
( ) Hadist riwayat Abu Daud ( no : 1319 ), dishohihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shohih Sunan Abu Daud , juz I, hal. 361
( ) Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk : Abu Umar Abdullah bin Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyri’atu fi At Tahdhir min As Solawat Al Mubtadi’ah, ( Kairo, Maktabah At Tabi’in, 2002 ) Cet Pertama, hal. 97 -120
( ) Ibid, hal.21-39
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Ashal Nidham Li Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Maktabah Al Islamiyah, 2002 ) Cet. Ke-Tiga, Hal. 13
( ) Ali bin Umar Badhdah, Kaifa Tahfadu Al Qur’an, hal. 6
( ) Ibid. hal 12
( ) Abu Dzar Al Qalamuni, ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998 ) Cet Pertama, hal.16
( ) Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15

( ) Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66