Kembalikan Semua Urusan Kepada Allah
Tidak ada satupun yang tidak disaksikan Allah
Tidak ada satupun yang tidak didengar Allah
Tidak ada satupun yang lepas dari Kekuasaan Allah
Tidak ada satupun yang dapat terjadi tanpa izin Allah
Oleh karena itu, siapapun yang punya keinginan, punya harapan, punya ketakutan
Tapi tidak kembali kepada Allah, maka itulah persoalan terbesar kita.
Apapun yang kita inginkan pasti dalam kekuasaan Allah
Apapun yang kita cemaskan, pasti dalam genggaman Allah
Seharusnya kepada Allah lah kembalinya segala urusan, baik harap maupun takut.
Bila Hati Sedang Galau
Bila hati Sedang GALAU
Bila hati terasa resah gelisah dan gundah gulana,
Silakan periksa
Siapa/ apa yg mendominasi hati ini ?
Semakin kuat harap atau takut kepada makhluk, atau semakin suka/ cinta kepada makhluk/ benda
Sehingga mendominasi hati dan pikiran, maka itulah penyebabnya.
Tak
selayaknya. Makhluk dan benda yang tak daya dan upaya jadi sandaran
ataupun ditakuti, karena segala Kekuasaan dan Ketentuan hanya milik
Allah semata.
Segera kembalikan kepada Yang Maha Kuasa atas segalanya.
Semakin cepat dikembalikan, semakin dipasrahkan, semakin yakin akan segala kesempurnaan takdirnya,
Niscaya hati akan jadi lega, nyaman, mantap mengarungi episode apapun
Allah Maha Tau isi hati kita
Bila hati ini dipenuhi oleh selain-Nya, Dia tak akan suka,
Bila hati ini dipenuhi oleh-Nya
Segala urusan kita menjadi tanggungan-Nya.
Niscaya akan mendapatkan sebaik-baik takdir yang memuaskan dunia akhirat kita.
Hal-Hal yang Bisa Memalingkan Hati dari Cinta Kepada Allah – Bag.2
3. Saudara dan pasangan
Dalam
ayat yang disebutkan di atas juga Allah Swt memperingatkan tentang
saudara-saudara kita dan pasangan kita. Berhati-hatilah dalam menyikapi
kehadiran pasangan hidup. Apalagi untuk mereka yang menjalin hubungan
namun belum resmi dengan pernikahan. Berhati-hatilah dengan hubungan
yang belum resmi karena di sana terdapat jebakan syaitan yang besar
sekali.
Periksalah diri ketika mencintai pasangan kita. Jangan
mudah terhipnotis dengan lagu-lagu zaman sekarang yang banyak sekali
mengumbar asmara dan hawa nafsu. Apalagi jika kita perhatikan, anak-anak
muda zaman sekarang yang seolah hidupnya tak lengkap jika tidak
berpacaran, mereka punya lagu-lagu yang sudah seperti lagu
kebangsaannya. Lagu-lagu tersebut banyak sekali dipenuhi dengan
syair-syair kemusyrikan. Pemujaan terhadap pasangan yang sangat
berlebihan, seolah-olah kehidupan tak akan berjalan tanpa kehadirannya.
Seolah-olah kerugian besar akan datang jika pasangannya meninggalkannya.
Perhatikan kalimat-kalimat ini,
“Hidupku hanya untukmu,” atau
“cintaku hanya padamu”, atau
“tanpa dirimu hidupku hampa tak bermakna”, atau
“engkau adalah denyut jantungku”, dan
kalimat-kalimat lainnya. Kalimat-kalimat yang menjadi wujud sikap
berlebihan. Ini adalah sikap yang sia-sia bahkan membahayakan.
Demikian
juga bagi mereka yang sudah terikat dengan tali pernikahan, hendaklah
tidak berlebihan dalam menunjukkan rasa cinta dan sayang. Hendaklah
tidak pula memamerkan romantisme di hadapan banyak orang. Karena
sesungguhnya keharmonisan dan romantisme itu justru akan terpancar
dengan sendirinya secara natural. Kehangatan dalam kehidupan berumah
tangga dengan sendirinya akan berpengaruh juga dalam kehidupan
bertetangga. Keharmonisan di dalam rumah akan berpengaruh pada hubungan
yang baik dengan sesama di luar rumah.
Kemesraan adalah hal yang
tidak memerlukan akting. Kemesraan bukanlah hal yang perlu dipamerkan
dengan begitu demonstratif di hadapan orang lain. Karena Allah sungguh
Maha Tahu mana sikap yang sebenarnya dan mana sikap pura-pura. Malah,
orang lain pun sebenarnya bisa merasakan mana sikap yang apa adanya dan
mana sikap yang hanya dihiasi dengan kepura-puraan. Justru sikap yang
berlebihan biasanya dilakukan karena untuk menutupi sesuatu.
Kebahagiaan,
termasuk kebahagiaan di dalam rumah tangga, tidaklah datang dari
banyaknya cumbu rayu, banyaknya pujian, penampilan, atau bergelimangnya
harta kekayaan. Kebahagiaan itu datang dari Allah Swt bagi orang yang
senantiasa bersikap menjaga kebersihan hati.
Jangan berlebihan jika memuji pasangan. Teladanilah bagaimana ketika Rasullah Saw memuji istrinya, Aishah RA dengan panggilan
“Humaira” karena
memang pipi Aisyah RA yang merona kemerah-merahan. Pujian Rasulullah
Saw kepada isterinya adalah pujian yang sederhana namun bersahaja dan
meninggalkan kesan mendalam di hati istrinya.
Hati-hati, janganlah
jadikan pasangan kita terlalu mendominasi hati dan pikiran kita. Jangan
biarkan diri kita dipenuhi dengan sikap gelisah dan cemburu yang
berlebihan. Kita tentu tak jarang menemukan atau mengalaminya sendiri,
pasangan yang sangat pencemburu bahkan selalu curiga kepada pasangannya.
Handphone-nya selalu diperiksa, sms-nya dibaca satu persatu,
jika sedang di luar berkali-kali ditanya sedang di mana dan dengan
siapa. Siapapun yang mengalami hal ini tentu tidak akan merasa nyaman.
Kita
memiliki pasangan bukanlah untuk membuat hati menjadi berpaling.
Bukankah pasangan itupun pemberian dari Allah Swt. Maka, tidak
sepatutnya pasangan malah menjadikan kita jadi tidak lebih ingat kepada
pasangan daripada ingat kepada Allah Swt. Tidak sepatutnya kita malah
jadi lebih cinta kepada pasangan daripada kepada Dzat Yang memberi kita
pasangan.
Jika kita menempatkan hati hanya untuk Allah Swt, maka
Allah akan menempatkan makhluk-Nya di hati kita dengan porsi yang pas.
Sedangkan jika kita menempatkan hati untuk makhluk, maka makhluk itu
akan merusak hati kita dan membuatnya kering hampa karena jauh dari
Allah.
Cinta kepada Allah Swt itu wujudnya adalah jika kita
mencintai makhluk maka kita mencintainya dengan kadar yang Allah sukai.
Cinta kepada Allah itu buktinya adalah apabila kita mencintai makhluk,
maka cinta kita itu dilatarbelakangi oleh rasa cinta kepada Allah.
Sehingga apapun yang kita lakukan adalah dalam rangka memenuhi apa yang
Allah ridhai. Tidak boleh kecintaan kita kepada makhluk itu mengalahkan
kadar kecintaan kita kepada Allah Swt.
Jangan biarkan shalat
berjamaah di awal waktu terganggu hanya karena lebih ingin ngobrol
dengan orang yang kita sayangi. Jangan biarkan tadarrus Al Quran kita
terganggu hanya karena lebih mementingkan untuk menjawab telepon dari
orang yang kita cintai. Sungguh tidaklah patut kita melakukan hal yang
demikian. Karena orang yang kita cintai itu hanyalah makhluk, dia tak
bisa memberikan apapun kepada kita. Hanya Allah Swt yang semestinya
selalu kita utamakan. Karena Dia-lah Dzat Yang Maha Memiliki segalanya.
Untuk
mereka yang belum menikah, berhati-hatilah terhadap hubungan yang
dinamakan “pacaran”. Karena orang yang berpacaran itu belum tentu jodoh.
Mungkin saja jodoh itu adalah orang yang tidak pernah kita
sangka-sangka. Berhati-hatilah terhadap hubungan pacaran. Karena
mengumbar cinta kepada pacar yang belum tentu jodoh malah membuat boros
pulsa, boros waktu, boros biaya dan boros dosa. Jika ada fotonya di
dalam dompet, buang saja, apalagi foto selalu cenderung berdusta karena
berbeda dengan yang aslinya. Foto selalu dibuat-buat dengan menampilkan
penampilan terbaik saja.
Mungkin ini terlihat seperti urusan yang
remeh-temeh. Tapi sesungguhnya ini adalah hal yang sangat penting.
Apapun urusan yang bisa lebih mendominasi hati kita sehingga memalingkan
kita dari mengingat Allah Swt, maka itu adalah urusan yang sangat
serius, termasuk urusan pacaran. Sudahlah, kesampingkan urusan
“pacaran”, hal yang hanya menguras waktu, tenaga dan pikiran secara
sia-sia dan malah semakin menambah dosa. Toh, jodoh itu jika sudah
waktunya pasti datang juga. Semakin kita memperbaiki kualitas diri, maka
kita akan semakin dekat dengan jodoh yang senantiasa memperbaiki
kualitas dirinya pula.
Usahakanlah sekuat tenaga untuk menekan
perasaan. Tekanlah sekuat mungkin rasa cinta terhadap makhluk hingga
mencapai titik di mana perasaan cinta kepadanya itu tidak mendominasi
hati. Tekanlah sekuat mungkin hingga mencapai kondisi di mana Allah Swt
lebih besar kita cintai secara sadar ketimbang dirinya. Karena sekuat
apapun rasa cinta kita kepada manusia, Allah tidaklah bisa dipaksa oleh
kita untuk menjadikan orang yang kita cintai itu menjadi jodoh kita. Apa
yang bisa kita lakukan adalah sungguh-sungguh mencintai Allah Swt
sehingga Allah mempertemukan dan mempersatukan kita dengan seseorang
yang dipilihkan oleh-Nya untuk kita. Hingga Allah Swt memilihkan sosok
terbaik menurut-Nya untuk kita. Sungguh, Allah Swt Maha Mengetahui apa
yang terbaik untuk hamba-Nya.
Untuk para suami, hendaknya
mencintai istrinya secara tidak berlebihan, melainkan cintailah ia
sekadarnya saja. Cintailah istri sesuai dengan batasan yang dibenarkan
oleh syariat, sehingga tidak terus-menerus memenuhi pikiran siang dan
malam. Cintai istri sekadarnya saja sehingga pikiran-pikiran tentangnya
tidak mengganggu konsentrasi dalam shalat. Cintailah istri sekadarnya
sehingga tidak mengganggu kualitas ibadah kita. Cintailah istri
sekadarnya sehingga tidak mengganggu aktifitas jihad kita.
Untuk
para istri pun demikian. Cintailah suami dengan sekadarnya saja. Suami
bukanlah segala-galanya. Ia hanya pasangan yang dititipkan oleh Allah
Swt sebagai mitra untuk beribadah kepada-Nya. Jika seorang istri
mencintai suaminya secara berlebihan pasti tidak akan bahagia. Hanya
akan menimbulkan perasaan-perasaan yang menggelisahkan. Cemburu yang
berlebihan, sensitif yang tidak karuan, curiga yang kelewatan, dan lain
sebagainya.
Tekanlah rasa cinta kepada makhluk hingga titik di
mana ia tidak lagi mendominasi hati dan perasaan kita. Tekanlah hingga
titik di mana hanya Allah Swt saja yang mendominasi hati kita.
Ada
satu cerita tentang seorang suami yang tuna netra memiliki istri yang
berpenglihatan normal. Ada satu hal yang mengherankan di dalam
keseharian rumah tangga pasangan ini. Yaitu, sang istri senantiasa
berdandan dan menjaga penampilannya di dalam rumah. Padahal sang suami
tidak bisa melihatnya. Suatu ketika teman dari sang istri bertanya
kepadanya,
“Mengapa kamu berdandan, bukankah suamimu tidak bisa melihatmu?!” Kemudian wanita itu menjawab,
“Suamiku
memang tidak bisa melihat. Tapi, bukankah Allah selalu melihat kita?!
Mudah-mudahan Allah suka kepadaku karena apa yang aku lakukan ini. Aku
yakin, kelak Allah yang akan menjelaskan kepada suamiku tentang hal
ini.”
Sikap-sikap seperti ini harus kita latih agar kita
terbiasa menjadikan Allah Swt yang selalu lebih banyak hadir di dalam
hati kita ketimbang yang lain selain-Nya. Karena terlalu mencintai
sesuatu selain Allah Swt tidak akan menimbulkan kebahagiaan di dalam
hati kita. Justru hal itu hanya akan membuat waktu atau kesempatan
ibadah kita terbuang percuma. Sungguh tidak akan nyaman ketika hati kita
didominasi oleh sesuatu yang selain Allah Swt. Rasa resah, gelisah dan
takut akan menghantui hati kita dari waktu ke waktu.
4. Harta kekayaan
Allah Swt berfirman,
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٲتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ
وَٱلۡقَنَـٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ
ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَـٰمِ وَٱلۡحَرۡثِۗ ذَٲلِكَ مَتَـٰعُ
ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُ ۥ حُسۡنُ ٱلۡمَـَٔابِ
Audio Player
00:00
00:00
Artinya:
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 14).
Hal
lain yang bisa menyita rasa cinta kita dan memalingkan hati kita dari
Allah Swt adalah harta kekayaan. Sehingga tidak heran jika ujian dengan
harta kekayaan itu jauh lebih berat dibandingkan ujian dengan kefakiran.
Hal ini karena harta kekayaan mudah sekali menjebak manusia kepada
sikap sombong, pamer, boros dan lupa kepada Allah Swt yang telah
menganugerahkan harta kekayaan itu.
Apabila kita sedang
dianugerahi harta kekayaan yang berlebih, maka berhati-hatilah
menggunakannya, sikapilah dengan wajar-wajar saja. Jangan biarkan diri
larut di dalam keasyikan berbelanja hal-hal yang tidak perlu atau
barang-barang yang sifatnya kemewahan semata. Selain itu, waspadai juga
sikap diri ketika mulai muncul rasa takut harta kekayaannya itu
berkurang. Karena sikap ini akan menjauhkan kita dari semangat untuk
bersedekah dan berderma.
Lantas bagaimana seharusnya kita menyikapi harta kekayaan kita?
Pertama,
jagalah selalu kesadaran diri bahwasanya harta kekayaan yang kita
miliki adalah titipan Allah Swt. Jangan biarkan perhatian kita terhadap
harta kekayaan itu menyibukkan hati dan pikiran kita sehingga tak ada
lagi tempat untuk mengingat Allah di dalam hati. Bersikaplah zuhud,
hanya meletakkan harta dunia di tangan, tidak meletakkannya di dalam
hati.
Kedua, tidak hanyut dalam memburu harta duniawi
hingga mengakibatkan kita lupa dan lalai pada kewajiban beribadah kepada
Allah Swt. Jangan sampai kita menjadi lalai dalam ibadah karena alasan
sibuk mengelola bisnis perusahaan. Jangan sampai kita jadi
menomorsekiankan Allah Swt dan menomorsatukan harta kita. Contohlah
‘Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf RA, dua sahabat Rasulullah Saw
yang sangat terkenal kaya raya tetapi selalu mempergunakan harta
kekayaannya itu untuk mengejar keridhaan Allah Swt semata.
Ketiga, tidak
menumpuk-numpuk harta duniawi. Jadikanlah harta kekayaan dunia sebagai
jalan dan bukan tujuan. Jangan berikan kesempatan kepada syetan untuk
menang dalam berusaha merayu dan membujuk kita untuk terus memburu,
menimbun dan menumpuk harta tanpa menginfakkannya di jalan Allah Swt.
Keempat,
latihlah terus diri kita agar gemar berinfak, bersedekah di jalan Allah
Swt. Jangan menunggu bergelimang harta untuk melakukan sedekah atau
berinfak. Ini adalah salah satu bentuk sikap bersyukur atas karunia
harta duniawi. Rasulullah Saw bersabda,
“Hai anak Adam, sesungguhnya
jika engkau memberikan kelebihan untuk berinfak adalah lebih baik
bagimu. Dan jika engkau kikir adalah lebih buruk bagimu. Dan janganlah
kamu boros terhadap kekayaanmu. Dan bantulah kepada orang-orang yang
membutuhkan pertolongan. Dan tangan yang di atas lebih baik daripada
tangan yang di bawah.” (HR. Muslim dan Turmudzi).
Harta
kekayaan itu seperti jebakan. Ada seseorang yang memiliki mobil mewah.
Dia sangat sayang kepada mobilnya itu karena harganya yang mahal juga
karena bentuk dan penampilannya yang memukau. Ia selalu merasa bangga
jika bepergian dengan mobil tersebut, terutama ketika ada orang yang
melihatnya dan terkagum-kagum. Namun, ada hal yang membuat hatinya tidak
pernah tenang, yaitu ia selalu merasa was-was seandainya ada seseorang
yang mencuri mobilnya. Ia pun merasa takut jika
body mobilnya
itu tergores. Akhirnya, hati dan pikirannya lebih disibukkan dengan
pikiran dan ingatan kepada mobil daripada kepada Allah Swt.
Ada
juga seseorang yang diberi kelebihan dalam harta kekayaan. Ia gemar
sekali mengoleksi guci dan ukiran-ukiran. Hampir setiap hari semua
koleksinya itu dibersihkan. Ia senang sekali jika ada teman-temannya
yang berkunjung ke rumahnya karena dengan begitu, ia bisa memamerkan
semua koleksinya itu. Ada rasa kepuasan tersendiri jika teman-temannya
terkagum-kagum pada koleksinya itu.
Namun, ternyata hampir setiap
saat pula hati dan pikirannya tidak tenang. Mengapa? Karena rasa takut
guci-guci dan ukiran-ukirannya itu tersenggol sehingga pecah atau patah.
Demikianlah, kepemilikian harta kekayaan berupa ukiran dan guci-guci
itu membuat dirinya sibuk mengingat-ingat dan memikirkannya.
Bukan
tidak boleh memiliki mobil bagus. Bukan tidak boleh memiliki guci atau
ukiran. Bukan dilarang memiliki perhiasan emas perak atau batu permata.
Apa yang dilarang adalah jika semua benda-benda itu membuat diri kita
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah Swt. Bukan
tidak boleh menjadi orang yang kaya raya. Apa yang tidak boleh adalah
kekayaan kita itu menjadi berhala yang kita ingat-ingat setiap waktu
hingga mengalahkan ingatan kita kepada Allah Swt.
Na’udzubillahi mindzalik.