Kamis, 25 Juni 2015

Kembalikan Semua Urusan Kepada Allah

Tidak ada satupun yang tidak disaksikan Allah
Tidak ada satupun yang tidak didengar Allah
Tidak ada satupun yang  lepas dari Kekuasaan Allah
Tidak ada satupun yang dapat terjadi tanpa izin Allah
Oleh karena itu, siapapun yang punya keinginan, punya harapan, punya ketakutan
Tapi tidak kembali kepada Allah, maka itulah persoalan terbesar kita.
Apapun yang kita inginkan pasti dalam kekuasaan Allah
Apapun yang kita cemaskan, pasti dalam genggaman Allah
Seharusnya kepada Allah lah kembalinya segala urusan, baik harap maupun takut.


Bila Hati Sedang Galau

Bila hati Sedang GALAU
Bila hati terasa resah gelisah dan gundah gulana,
Silakan periksa
Siapa/ apa yg mendominasi hati ini ?
Semakin kuat harap atau takut kepada makhluk, atau semakin suka/ cinta kepada makhluk/ benda
Sehingga mendominasi hati dan pikiran, maka itulah penyebabnya.
Tak selayaknya. Makhluk dan benda yang tak daya dan upaya jadi sandaran ataupun ditakuti, karena segala Kekuasaan dan Ketentuan hanya milik Allah semata.
Segera kembalikan kepada Yang Maha Kuasa atas segalanya.
Semakin cepat dikembalikan, semakin dipasrahkan, semakin yakin akan segala kesempurnaan takdirnya,
Niscaya hati akan jadi lega, nyaman, mantap mengarungi episode apapun
Allah Maha Tau isi hati kita
Bila hati ini dipenuhi oleh selain-Nya, Dia tak akan suka,
Bila hati ini dipenuhi oleh-Nya
Segala urusan kita menjadi tanggungan-Nya.
Niscaya akan mendapatkan sebaik-baik takdir yang memuaskan dunia akhirat kita.


Hal-Hal yang Bisa Memalingkan Hati dari Cinta Kepada Allah – Bag.2

3.  Saudara dan pasangan
Dalam ayat yang disebutkan di atas juga Allah Swt memperingatkan tentang saudara-saudara kita dan pasangan kita. Berhati-hatilah dalam menyikapi kehadiran pasangan hidup. Apalagi untuk mereka yang menjalin hubungan namun belum resmi dengan pernikahan. Berhati-hatilah dengan hubungan yang belum resmi karena di sana terdapat jebakan syaitan yang besar sekali.
Periksalah diri ketika mencintai pasangan kita. Jangan mudah terhipnotis dengan lagu-lagu zaman sekarang yang banyak sekali mengumbar asmara dan hawa nafsu. Apalagi jika kita perhatikan, anak-anak muda zaman sekarang yang seolah hidupnya tak lengkap jika tidak berpacaran, mereka punya lagu-lagu yang sudah seperti lagu kebangsaannya. Lagu-lagu tersebut banyak sekali dipenuhi dengan syair-syair kemusyrikan. Pemujaan terhadap pasangan yang sangat berlebihan, seolah-olah kehidupan tak akan berjalan tanpa kehadirannya. Seolah-olah kerugian besar akan datang jika pasangannya meninggalkannya. Perhatikan kalimat-kalimat ini, “Hidupku hanya untukmu,” atau “cintaku hanya padamu”, atau “tanpa dirimu hidupku hampa tak bermakna”, atau “engkau adalah denyut jantungku”, dan kalimat-kalimat lainnya. Kalimat-kalimat yang menjadi wujud sikap berlebihan. Ini adalah sikap yang sia-sia bahkan membahayakan.
Demikian juga bagi mereka yang sudah terikat dengan tali pernikahan, hendaklah tidak berlebihan dalam menunjukkan rasa cinta dan sayang. Hendaklah tidak pula memamerkan romantisme di hadapan banyak orang. Karena sesungguhnya keharmonisan dan romantisme itu justru akan terpancar dengan sendirinya secara natural. Kehangatan dalam kehidupan berumah tangga dengan sendirinya akan berpengaruh juga dalam kehidupan bertetangga. Keharmonisan di dalam rumah akan berpengaruh pada hubungan yang baik dengan sesama di luar rumah.
Kemesraan adalah hal yang tidak memerlukan akting. Kemesraan bukanlah hal yang perlu dipamerkan dengan begitu demonstratif di hadapan orang lain. Karena Allah sungguh Maha Tahu mana sikap yang sebenarnya dan mana sikap pura-pura. Malah, orang lain pun sebenarnya bisa merasakan mana sikap yang apa adanya dan mana sikap yang hanya dihiasi dengan kepura-puraan. Justru sikap yang berlebihan biasanya dilakukan karena untuk menutupi sesuatu.
Kebahagiaan, termasuk kebahagiaan di dalam rumah tangga, tidaklah datang dari banyaknya cumbu rayu, banyaknya pujian, penampilan, atau bergelimangnya harta kekayaan. Kebahagiaan itu datang dari Allah Swt bagi orang yang senantiasa bersikap menjaga kebersihan hati.
Jangan berlebihan jika memuji pasangan. Teladanilah bagaimana ketika Rasullah Saw memuji istrinya, Aishah RA dengan panggilan “Humaira” karena memang pipi Aisyah RA yang merona kemerah-merahan. Pujian Rasulullah Saw kepada isterinya adalah pujian yang sederhana namun bersahaja dan meninggalkan kesan mendalam di hati istrinya.
Hati-hati, janganlah jadikan pasangan kita terlalu mendominasi hati dan pikiran kita. Jangan biarkan diri kita dipenuhi dengan sikap gelisah dan cemburu yang berlebihan. Kita tentu tak jarang menemukan atau mengalaminya sendiri, pasangan yang sangat pencemburu bahkan selalu curiga kepada pasangannya. Handphone-nya selalu diperiksa, sms-nya dibaca satu persatu, jika sedang di luar berkali-kali ditanya sedang di mana dan dengan siapa. Siapapun yang mengalami hal ini tentu tidak akan merasa nyaman.
Kita memiliki pasangan bukanlah untuk membuat hati menjadi berpaling. Bukankah pasangan itupun pemberian dari Allah Swt. Maka, tidak sepatutnya pasangan malah menjadikan kita jadi tidak lebih ingat kepada pasangan daripada ingat kepada Allah Swt. Tidak sepatutnya kita malah jadi lebih cinta kepada pasangan daripada kepada Dzat Yang memberi kita pasangan.
Jika kita menempatkan hati hanya untuk Allah Swt, maka Allah akan menempatkan makhluk-Nya di hati kita dengan porsi yang pas. Sedangkan jika kita menempatkan hati untuk makhluk, maka makhluk itu akan merusak hati kita dan membuatnya kering hampa karena jauh dari Allah.
Cinta kepada Allah Swt itu wujudnya adalah jika kita mencintai makhluk maka kita mencintainya dengan kadar yang Allah sukai. Cinta kepada Allah itu buktinya adalah apabila kita mencintai makhluk, maka cinta kita itu dilatarbelakangi oleh rasa cinta kepada Allah. Sehingga apapun yang kita lakukan adalah dalam rangka memenuhi apa yang Allah ridhai. Tidak boleh kecintaan kita kepada makhluk itu mengalahkan kadar kecintaan kita kepada Allah Swt.
Jangan biarkan shalat berjamaah di awal waktu terganggu hanya karena lebih ingin ngobrol dengan orang yang kita sayangi. Jangan biarkan tadarrus Al Quran kita terganggu hanya karena lebih mementingkan untuk menjawab telepon dari orang yang kita cintai. Sungguh tidaklah patut kita melakukan hal yang demikian. Karena orang yang kita cintai itu hanyalah makhluk, dia tak bisa memberikan apapun kepada kita. Hanya Allah Swt yang semestinya selalu kita utamakan. Karena Dia-lah Dzat Yang Maha Memiliki segalanya.
Untuk mereka yang belum menikah, berhati-hatilah terhadap hubungan yang dinamakan “pacaran”. Karena orang yang berpacaran itu belum tentu jodoh. Mungkin saja jodoh itu adalah orang yang tidak pernah kita sangka-sangka. Berhati-hatilah terhadap hubungan pacaran. Karena mengumbar cinta kepada pacar yang belum tentu jodoh malah membuat boros pulsa, boros waktu, boros biaya dan boros dosa. Jika ada fotonya di dalam dompet, buang saja, apalagi foto selalu cenderung berdusta karena berbeda dengan yang aslinya. Foto selalu dibuat-buat dengan menampilkan penampilan terbaik saja.
Mungkin ini terlihat seperti urusan yang remeh-temeh. Tapi sesungguhnya ini adalah hal yang sangat penting. Apapun urusan yang bisa lebih mendominasi hati kita sehingga memalingkan kita dari mengingat Allah Swt, maka itu adalah urusan yang sangat serius, termasuk urusan pacaran. Sudahlah, kesampingkan urusan “pacaran”, hal yang hanya menguras waktu, tenaga dan pikiran secara sia-sia dan malah semakin menambah dosa. Toh, jodoh itu jika sudah waktunya pasti datang juga. Semakin kita memperbaiki kualitas diri, maka kita akan semakin dekat dengan jodoh yang senantiasa memperbaiki kualitas dirinya pula.
Usahakanlah sekuat tenaga untuk menekan perasaan. Tekanlah sekuat mungkin rasa cinta terhadap makhluk hingga mencapai titik di mana perasaan cinta kepadanya itu tidak mendominasi hati. Tekanlah sekuat mungkin hingga mencapai kondisi di mana Allah Swt lebih besar kita cintai secara sadar ketimbang dirinya. Karena sekuat apapun rasa cinta kita kepada manusia, Allah tidaklah bisa dipaksa oleh kita untuk menjadikan orang yang kita cintai itu menjadi jodoh kita. Apa yang bisa kita lakukan adalah sungguh-sungguh mencintai Allah Swt sehingga Allah mempertemukan dan mempersatukan kita dengan seseorang yang dipilihkan oleh-Nya untuk kita. Hingga Allah Swt memilihkan sosok terbaik menurut-Nya untuk kita. Sungguh, Allah Swt Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Untuk para suami, hendaknya mencintai istrinya secara tidak berlebihan, melainkan cintailah ia sekadarnya saja. Cintailah istri sesuai dengan batasan yang dibenarkan oleh syariat, sehingga tidak terus-menerus memenuhi pikiran siang dan malam. Cintai istri sekadarnya saja sehingga pikiran-pikiran tentangnya tidak mengganggu konsentrasi dalam shalat. Cintailah istri sekadarnya sehingga tidak mengganggu kualitas ibadah kita. Cintailah istri sekadarnya sehingga tidak mengganggu aktifitas jihad kita.
Untuk para istri pun demikian. Cintailah suami dengan sekadarnya saja. Suami bukanlah segala-galanya. Ia hanya pasangan yang dititipkan oleh Allah Swt sebagai mitra untuk beribadah kepada-Nya. Jika seorang istri mencintai suaminya secara berlebihan pasti tidak akan bahagia. Hanya akan menimbulkan perasaan-perasaan yang menggelisahkan. Cemburu yang berlebihan, sensitif yang tidak karuan, curiga yang kelewatan, dan lain sebagainya.
Tekanlah rasa cinta kepada makhluk hingga titik di mana ia tidak lagi mendominasi hati dan perasaan kita. Tekanlah hingga titik di mana hanya Allah Swt saja yang mendominasi hati kita.
Ada satu cerita tentang seorang suami yang tuna netra memiliki istri yang berpenglihatan normal. Ada satu hal yang mengherankan di dalam keseharian rumah tangga pasangan ini. Yaitu, sang istri senantiasa berdandan dan menjaga penampilannya di dalam rumah. Padahal sang suami tidak bisa melihatnya. Suatu ketika teman dari sang istri bertanya kepadanya, “Mengapa kamu berdandan, bukankah suamimu tidak bisa melihatmu?!” Kemudian wanita itu menjawab, “Suamiku memang tidak bisa melihat. Tapi, bukankah Allah selalu melihat kita?! Mudah-mudahan Allah suka kepadaku karena apa yang aku lakukan ini. Aku yakin, kelak Allah yang akan menjelaskan kepada suamiku tentang hal ini.”
Sikap-sikap seperti ini harus kita latih agar kita terbiasa menjadikan Allah Swt yang selalu lebih banyak hadir di dalam hati kita ketimbang yang lain selain-Nya. Karena terlalu mencintai sesuatu selain Allah Swt tidak akan menimbulkan kebahagiaan di dalam hati kita. Justru hal itu hanya akan membuat waktu atau kesempatan ibadah kita terbuang percuma. Sungguh tidak akan nyaman ketika hati kita didominasi oleh sesuatu yang selain Allah Swt. Rasa resah, gelisah dan takut akan menghantui hati kita dari waktu ke waktu.


4.  Harta kekayaan
Allah Swt berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٲتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ وَٱلۡقَنَـٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَـٰمِ وَٱلۡحَرۡثِ‌ۗ ذَٲلِكَ مَتَـٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُ ۥ حُسۡنُ ٱلۡمَـَٔابِ
Audio Player
00:00
00:00
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 14).
Hal lain yang bisa menyita rasa cinta kita dan memalingkan hati kita dari Allah Swt adalah harta kekayaan. Sehingga tidak heran jika ujian dengan harta kekayaan itu jauh lebih berat dibandingkan ujian dengan kefakiran. Hal ini karena harta kekayaan mudah sekali menjebak manusia kepada sikap sombong, pamer, boros dan lupa kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan harta kekayaan itu.
Apabila kita sedang dianugerahi harta kekayaan yang berlebih, maka berhati-hatilah menggunakannya, sikapilah dengan wajar-wajar saja. Jangan biarkan diri larut di dalam keasyikan berbelanja hal-hal yang tidak perlu atau barang-barang yang sifatnya kemewahan semata. Selain itu, waspadai juga sikap diri ketika mulai muncul rasa takut harta kekayaannya itu berkurang. Karena sikap ini akan menjauhkan kita dari semangat untuk bersedekah dan berderma.
Lantas bagaimana seharusnya kita menyikapi harta kekayaan kita?
Pertama, jagalah selalu kesadaran diri bahwasanya harta kekayaan yang kita miliki adalah titipan Allah Swt. Jangan biarkan perhatian kita terhadap harta kekayaan itu menyibukkan hati dan pikiran kita sehingga tak ada lagi tempat untuk mengingat Allah di dalam hati. Bersikaplah zuhud, hanya meletakkan harta dunia di tangan, tidak meletakkannya di dalam hati.
Kedua, tidak hanyut dalam memburu harta duniawi hingga mengakibatkan kita lupa dan lalai pada kewajiban beribadah kepada Allah Swt. Jangan sampai kita menjadi lalai dalam ibadah karena alasan sibuk mengelola bisnis perusahaan. Jangan sampai kita jadi menomorsekiankan Allah Swt dan menomorsatukan harta kita. Contohlah ‘Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf RA, dua sahabat Rasulullah Saw yang sangat terkenal kaya raya tetapi selalu mempergunakan harta kekayaannya itu untuk mengejar keridhaan Allah Swt semata.
Ketiga, tidak menumpuk-numpuk harta duniawi. Jadikanlah harta kekayaan dunia sebagai jalan dan bukan tujuan. Jangan berikan kesempatan kepada syetan untuk menang dalam berusaha merayu dan membujuk kita untuk terus memburu, menimbun dan menumpuk harta tanpa menginfakkannya di jalan Allah Swt.
Keempat, latihlah terus diri kita agar gemar berinfak, bersedekah di jalan Allah Swt. Jangan menunggu bergelimang harta untuk melakukan sedekah atau berinfak. Ini adalah salah satu bentuk sikap bersyukur atas karunia harta duniawi. Rasulullah Saw bersabda, “Hai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memberikan kelebihan untuk berinfak adalah lebih baik bagimu. Dan jika engkau kikir adalah lebih buruk bagimu. Dan janganlah kamu boros terhadap kekayaanmu. Dan bantulah kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Dan tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (HR. Muslim dan Turmudzi).
Harta kekayaan itu seperti jebakan. Ada seseorang yang memiliki mobil mewah. Dia sangat sayang kepada mobilnya itu karena harganya yang mahal juga karena bentuk dan penampilannya yang memukau. Ia selalu merasa bangga jika bepergian dengan mobil tersebut, terutama ketika ada orang yang melihatnya dan terkagum-kagum. Namun, ada hal yang membuat hatinya tidak pernah tenang, yaitu ia selalu merasa was-was seandainya ada seseorang yang mencuri mobilnya. Ia pun merasa takut jika body mobilnya itu tergores. Akhirnya, hati dan pikirannya lebih disibukkan dengan pikiran dan ingatan kepada mobil daripada kepada Allah Swt.
Ada juga seseorang yang diberi kelebihan dalam harta kekayaan. Ia gemar sekali mengoleksi guci dan ukiran-ukiran. Hampir setiap hari semua koleksinya itu dibersihkan. Ia senang sekali jika ada teman-temannya yang berkunjung ke rumahnya karena dengan begitu, ia bisa memamerkan semua koleksinya itu. Ada rasa kepuasan tersendiri jika teman-temannya terkagum-kagum pada koleksinya itu.
Namun, ternyata hampir setiap saat pula hati dan pikirannya tidak tenang. Mengapa? Karena rasa takut guci-guci dan ukiran-ukirannya itu tersenggol sehingga pecah atau patah. Demikianlah, kepemilikian harta kekayaan berupa ukiran dan guci-guci itu membuat dirinya sibuk mengingat-ingat dan memikirkannya.
Bukan tidak boleh memiliki mobil bagus. Bukan tidak boleh memiliki guci atau ukiran. Bukan dilarang memiliki perhiasan emas perak atau batu permata. Apa yang dilarang adalah jika semua benda-benda itu membuat diri kita melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah Swt. Bukan tidak boleh menjadi orang yang kaya raya. Apa yang tidak boleh adalah kekayaan kita itu menjadi berhala yang kita ingat-ingat setiap waktu hingga mengalahkan ingatan kita kepada Allah Swt. Na’udzubillahi mindzalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar