Mengapa Istighfar?
Manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa luput dari kesalahan. Dalam bahasa Arab manusia disebut ”an-Nas” yang berarti makhluk yang pelupa. Al-Qurthubi di dalam al- Jami’ li Ahkam al- Qur’an, (1/ 135 ) menyebutkan perkataan Ibnu Abbas bahwa :
نَسِيَ آدَمُ عَهْدَ اللهِ فَسُمّيَ إِنْسَانًا
”Nabi Adam ‘alaihi as-salam lupa terhadap janji Allah, maka sejak itu diberi nama manusia. “
Salah satu cara menutupi kelupaan dan kesalahan tersebut adalah dengan istighfar, yaitu meminta ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Oleh karenanya, Allah dalam banyak ayat memerintahkan kaum muslimin
untuk beristighfar dan memohon ampun kepada-Nya atas kesalahan-kesalahan
yang mereka perbuat. Sebagaimana yang tersebut dalam hadits qudsi :
قَالَ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ (قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : ” يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ
تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا، فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ (
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah berfirman: ”Wahai
para hamba-Ku, sesungguhnya kamu membuat kesalahan pada waktu malam dan
siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka memohon ampunlah
kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu” ( Hadits Shohih riwayat Muslim, no : 2577 )
Orang yang merasa tidak pernah berbuat
salah adalah orang yang menyalahi fitrah dan menyalahi hukum alam yang
telah diletakkan Allah dalam kehidupan ini. Hal ini telah diterangkan
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu haditsnya :
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ
تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ
فَيَسْتَغْفِرُونَ، فَيَغْفِرُ لَهُمْ
”Demi jiwaku yang ada di
tangan-Nya, jika kamu tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan
mematikan kamu dan menggantikannya dengan suatu kaum yang berbuat dosa
kemudian mereka meminta ampun kepada-Nya, kemudian Allah akan mengampuni
mereka” ( Hadits Shohih riwayat Muslim, no : 2749 )
Diantara hikmah Allah mentaqdirkan dosa bagi hamba-hamba-Nya adalah sebagai berikut :
Pertama : Menunjukkan bahwa seorang hamba itu lemah.
Berkata Imam al-Munawi di dalam at-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir ( 2/605 ) :
لما في ايقاع العباد في الذنوب أحيانا من الفوائد التي منها تنكيس المذنب رأسه واعترافه بالعجز وتبرؤه من العجب
“ Terjadinya dosa pada seorang hamba
kadang-kadang membawa beberapa manfaat, diantaranya adalah : menjadikan
kepala orang yang berbuat dosa tunduk dan memaksanya untuk mengakui
kelemahannya, serta melepaskan sifat ‘ujub dari dirinya . “
Kedua : Menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Berkata al-Kalabadzi di dalam Bahru al-Fawaid ( 1/202 ) :
دل هذا الحديث على ما قلناه من
محبة الله تعالى للمؤمن ؛ لأنه إذا أذنب اعتذر إليه ، وتاب ، وأقبل عليه ،
وتضرع واستكان ، وعلق له ، فالله تعالى يحب هذا من العبد ، وخبايته لا تقدح
في محبته له ؛ لأن الخباية من العبد ، والمحبة من الله تعالى له ، ولا
تقدح أوصاف المحدث الضعيف الحقير في أوصاف القديم اللطيف الخبير
“ Hadist di atas menunjukkan – seperti
yang pernah kita sebutkan – tentang kecintaan Allah kepada orang
mukmin, karena jika dia berbuat dosa segera meminta maaf dan bertaubat
kepada-Nya, dia segera menghadap-Nya serta bersimpuh dan pasrah serta
tergantung kepada-Nya. Maka Allah mencintai hamba-Nya yang seperti ini.
Kesalahan-kesalahannya tidaklah mengurangi kecintaan Allah kepadanya,
karena kesalahan-kesalahan tersebut berasal darinya sedang kecintaan itu
berasal dari Allah. Sifat-sifat seorang hamba yang lemah dan hina tidak
akan mempengaruhi sifat Allah Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.
“
Ketiga : Menunjukkan ketundukkan peribadatan dan kemuliaan rabb, menguatkan harapan hamba kepada ampunan Rabbnya.
Berkata Ibnu al-Jauzi di dalam “ Kasyfu al-Musykil min Hadits ash-Shahihain “ ( 1/1043 ) :
هذا دليل على أن المراد من العبد
الذل فإن المذنب منكسر لذنبه منكس الرأس لجرمه وبهذا يبين ذل العبودية
ويظهر عز الربوبية وفيه تقوية لرجاء المذنب في العفو
“ Hadits ini sebagai dalil bahwa yang
diminta dari seorang hamba adalah ketundukan, karena seorang hamba yang
berbuat dosa akan merasa bersalah dengan dosanya, kepalanya tertunduk
malu dengan kesalahannya. Dalam keadaan seperti ini akan nampak
ketundukan dalam peribadatan dan terlihat pula kemuliaan Sang
Pemelihara. Di dalamnya ada penguatan bagi harapan seorang yang berdosa
untuk mendapatkan ampunan. “
Maka, sebagai orang yang beriman
hendaknya kita mengakui bahwa setiap dari kita pasti pernah melakukan
kesalahan, kemudian selalu memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Untuk menuju ke arah itu, tentunya kita harus mengetahui seluk beluk
istighfar itu sendiri, apa hakekatnya, apa saja keutamaannya, bagaimana
cara beristighfar, kapan waktunya, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan istighfar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar